Jane Goodall ahli primata dan konservasionis simpanse dinobatkan sebagai peraih penghargaan Templeton. Sebagai apresiasi kerjanya pada perpaduan sains dan spiritualitas.
Penghargaan itu diserahkan pada Kamis (20/5/2021). Predikat tersebut diberikan kepada individu yang memanfaatkan kekuatan sains untuk mempertanyakan alam semesta dan mencapai tujuan umat manusia.
Heather Templeton Dill, presiden John Templeton Foundation, mengatakan pekerjaan Goodall mencontohkan kerendahan hati, keingintahuan spiritual, dan penemuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penemuannya telah sangat mengubah pandangan dunia terhadap kecerdasan hewan dan memperkaya pemahaman kita tentang kemanusiaan dengan cara yang merendahkan dan memuliakan," kata Heather Templeton Dill, presiden John Templeton Foundation, yang membantu mengelola penghargaan tersebut.
Atas prestasinya itu, Goodall mendapatkan uang senilai USD 1,5 juta atau sekitar Rp 21,5 miliar.
"Hadiah uang akan membuat perbedaan besar bagi program kami di seluruh dunia," kata Goodall seperti dikutip Guardian.
Didirikan pada tahun 1972 oleh mendiang dermawan Sir John Templeton, Templeton Prize adalah salah satu penghargaan individu terbesar di dunia. Penghargaan itu dimiliki di antaranya oleh Bunda Teresa, Dalai Lama dan Uskup Agung Desmond Tutu dari Afrika Selatan.
Penerima penghargaan tahun lalu adalah Dr. Francis Collins, direktur National Institutes of Health di Amerika Serikat dan pemimpin proyek Genom Manusia.
Manusia Tidak Bisa Terpisah dengan Alam
Goodall, lahir di London pada tahun 1934. Dia melakukan perjalanan ke Kenya pada tahun 1957 dan bertemu dengan antropolog dan paleontolog terkenal Louis Leakey.
Tiga tahun kemudian, Goodall diajak Leakey memulai studi tentang simpanse di Tanzania. Penelitiannya merevolusi bidang primatologi, yakni membantu mengubah cara pandang ilmuwan dan publik soal kompleksitas emosional dan sosial hewan.
Dia adalah orang pertama yang mengamati bahwa simpanse terlibat dalam aktivitas yang sebelumnya diyakini cuma dilakukan oleh manusia, seperti membuat alat. Goodall juga menunjukkan bahwa simpanse memiliki kepribadian individu.
Goodall, dalam sebuah wawancara dengan The Associated Press (AP) menjelang pengumuman penghargaan, mengenang bagaimana penelitiannya terhadap simpanse menghasilkan apresiasi yang lebih luas terhadap alam. Dia terbiasa menghabiskan waktu berjam-jam sendirian di dalam hutan.
"Di luar sana di alam sendirian, saat Anda sendiri, Anda bisa menjadi bagian dari alam dan kemanusiaan Anda tidak ada batasan," kata dia.
![]() |
"Ini seperti pengalaman spesial ketika kalian mendengar suara yang berbeda dan mencium bau yang berbeda, serta menyadari bahwa kalian sebenarnya adalah bagian dari kehidupan di atas sebuah permadani yang menakjubkan," dia menjelaskan.
"Setiap kali spesies kecil punah, itu mungkin tampak tidak penting. Tapi, ketika satu benang ditarik dari permadani itu maka gambar di permadani itu akan berkurang keindahannya. Andai lebih banyak lagi benang yang ditarik, lama-kelamaan permadani itu akan compang-camping," dia menjelaskan.
Tidak cuma berkutat pada kehidupan simpanse, Goodall kemudian melakukan advokasi untuk perlakuan etis terhadap hewan.
Dia mendirikan Jane Goodall Institute pada tahun 1977 untuk mempertahankan studi dan perlindungan simpanse sekaligus meningkatkan kesejahteraan banyak komunitas lokal.
Pada tahun 1991 ia mendirikan Roots & Shoots, sebuah program lingkungan dan kemanusiaan yang proyek langsungnya telah memberikan manfaat bagi masyarakat, hewan, dan lingkungan di lebih dari 65 negara.
"Beberapa orang tampaknya percaya bahwa kita bisa hidup terpisah dari alam, tapi kita tidak bisa," kata Goodall.
Dalam beberapa dekade terakhir, Goodall rata-rata telah melakukan perjalanan lebih dari 300 hari setiap tahun, mendidik warga dunia tentang alam, konservasi, dan potensi aksi kolektif untuk membawa perubahan.
Pandemi virus Corona tidak menghentikan pekerjaannya. Perempuan berusia 87 tahun itu membuat acara virtual melalui podcast dari rumah masa kecilnya di Inggris.
(fem/ddn)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan