Gunung Rinjani merupakan salah satu destinasi favorit bagi pendaki. Gunung itu dianggap sakral, ada aturan yang perlu diketahui pendaki juga kisah mistis.
Pesona Gunung Rinjani dengan ketinggian 3726 mdpl itu mengundang para pendaki untuk mencapai puncak dan singgah di Segara Anak-nya yang mempesona. Gunung berapi tertinggi kedua di Tanah Air itu berada di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Gunung Rinjani memiliki enam jalur pendakian, yakni Senaru, Sembalun, Timbanuh, Aik Berik, Torean, dan Tete Batu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi penduduk lokal dan warga Bali, Gunung Rinjani dianggap sakral. Sebagian warga bahkan berdoa dengan langsung datang ke Segara Anak setiap tahun untuk mengucapkan rasa syukur atas air yang melimpah dan tidak pernah kekeringan.
Ketua Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) NTB, Mirzoan Ilhamdi, atau kerap disapa Ming, banyak kisah yang menyertai Gunung Rinjani. Termasuk, cerita mistis yang dikisahkan secara turun-temurun.
"Memang Gunung Rinjani sangat sakral bagi masyarakat Lombok, bahkan dianggap kalau ke Rinjani, banyak kepercayaan di masyarakat kami, kalau sudah ke Rinjani, itu mereka bilang seperti sudah ke Mekkah buat muslim. Ya, karena memang banyak juga di sana kan para wali," kata Ming dalam percakapan dengan detikTravel.
Para orang tua sampai berpesan agar dia mengingatkan pendaki untuk respek kepada Gunung Rinjani. Caranya tidak sulit,berlaku sopan. Misalnya, tidak boleh ngomong sembarang.
Selain itu, Ming menuturkan, pendaki jangan buang air sembarangan, sebaiknya juga meminta izin saat akan buang air meskipun tidak ada orang yang menjaga.
"Kalau dari pendaki yang kami temukan memang ada yang terpeleset ke jurang setelah dia kencing di balik cemara. Kemudian, katanya seperti ada yang mendorong. Untungnya, dia jatuhnya nggak ke jurang dan hanya tebing tebing beberapa meter, terpeleset ke bawah. Dia bilang sih seperti ada yang mendorong, gitu," kata Ming.
"Karena tradisi di orang tua kita, di buyut itu juga kalau ke Rinjani, katanya harus begitu. Kalau di Rinjani memang itu termasuk tadi, mengucap kata-kata kotor nggak boleh gitu kan, mengucap misalnya mengumpat, terus memanggil nama teman pun nggak boleh di Rinjani," Ming menegaksan.
Makanya, kata Ming, saat memanggil teman harus memakai kode suara. Nanti, temannya akan menyahut dengan suara yang sama. Menurut Ming, jika memanggil nama, ada makhluk yang menyerupai orang dengan nama tersebut.
"Banyak hal seperti itu kan, karena namanya disebut, akhirnya anak yang manggil nama itu kadang dihampiri oleh makhluk yang menyerupai temannya," dia menambahkan.
(elk/fem)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!