Dijadikan Syarat, tapi Uni Eropa Diskriminasi Soal Vaksin

Johanes Randy Prakoso - detikTravel
Jumat, 16 Jul 2021 10:21 WIB
Foto: ABC Australia
Paris -

Negara Uni Eropa sepakat untuk membolehkan masuk wisatawan yang sudah divaksin. Hanya bicara vaksin, tak semua diakui oleh Uni Eropa.

Bulan lalu, nama vaksin AstraZeneca disebut-sebut dapat menembus perbatasan Prancis. Namun, nasib berbeda dialami oleh Dokter Ifeanyi Nsosor dan istrinya yang telah disuntik dua dosis vaksin AstraZeneca seperti dikutip detikTravel dari Associated Press (AP), Jumat (16/7/2021).

Awalnya, baik Ifeanyi maupun istrinya berpikir dapat menikmati liburan musim panas di destinasi favorit mereka di Eropa. Namun, kenyataan berkata lain.

Ketimbang dapat masuk dan pergi berlibur di Eropa, ternyata nasib berkata lain. Mereka ditolak karena Eropa tidak mengakui vaksin AZ versi India yang mereka dapatkan. Kok bisa?

Walau merupakan buatan Inggris atau Eropa, nyatanya vaksin serupa yang diproduksi di India belum diberi lampu hijau oleh regulator Eropa. Menurut mereka, vaksin AZ yang diproduksi di India belum memenuhi persyaratan di atas kertas.

Berkaca dari hal itu, tak sedikit ahli yang menyebut Uni Eropa bertindak diskriminatif dan tidak berdasar pada science. Terlebih, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO disebut telah melakukan inspeksi dan pengecekan.

Singkat kata, Vaksin AZ telah mendapat pengakuan dari WHO dan disupply oleh COVAS, program Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang bertujuan mendistribusikan vaksin ke negara-negara miskin di dunia.

Kabar itu pun mengecewakan, khususnya bagi Ifeanyi beserta keluarganya. Pasalnya, ia berencana liburan sejenak dari kesibukannya sebagai dokter di tengah pandemi.

"Kami berterima kasih ke Uni Eropa karena telah menghadirkan COVAX, tapi sekarang mereka secara esensial melakukan diskriminasi pada vaksin yang mereka biayai dan promosikan," ujar Ifeanyi.

Lebih parah lagi, diskriminasi yang dilakukan Uni Eropa juga disebut Ifeanyi membuka ruang bagi semua jenis teori konspirasi. Khususnya perihal efektifitas vaksin serupa di Afrika ketimbang di Eropa.

"Saya tak menyadari, bahwa ada begitu banyak tingkatan pada ketidakadilan vaksin," tutupnya.

Kritik serupa juga dikeluarkan oleh Profesor Ivo Vlaev dari Universitas Warwick di Inggris. Ivo berujar, kalau tindakan Uni Eropa yang menolak vaksin di negara miskin dapat menimbulkan ketidakpercayaan.

"Orang-orang yang tadinya tidak percaya akan vaksin, bisa semakin tak percaya. Mereka juga bisa kehilangan kepercayaan pada Pemerintah dan lebih malas untuk mengikuti prokes," pungkas Ivo.

Padahal WHO sendiri telah memaksa negara-negara dunia untuk mengakui semua vaksin yang telah diakui oleh lembaga itu, termasuk dua vaksin buatan China (Sinovac dan Sinopharm) dalam pernyataan mereka bulan ini.



Simak Video "Video: UE Serukan Deeskalasi Konflik Israel-Iran, Ungkit Bahaya Bom Nuklir"

(rdy/ddn)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork