Baru-baru ini kuasa hukum UNESCO meminta agar proyek pariwisata di Komodo disetop. Gubernur NTT Viktor Bungtilo Laiskodat pun berkomentar.
Konvensi Komite Warisan Dunia UNESCO mengeluarkan rekomendasi yang berisi permintaan untuk menghentikan sementara proyek infrastruktur di Taman Nasional Komodo.
"Mendesak negara (Indonesia) untuk menghentikan semua proyek infrastruktur pariwisata di dalam dan sekitar properti yang berpotensi berdampak pada nilai universal luar biasa hingga Amdal yang direvisi diajukan dan ditinjau oleh IUCN," demikian bunyi keputusan Komite Warisan Dunia UNESCO dalam acara yang digelar virtual di Kota Fuzhou, China.
UNESCO melihat sejumlah masalah terkait keberlangsungan status situs warisan dunia milik TN Komodo. Khususnya terkait pembangunan atas nama pariwisata yang begitu masif belakangan ini.
Soal rekomendasi dari UNESCO tersebut, Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat angkat bicara. Dikutip detikTravel dari Antara, Rabu (4/8/2021), orang nomor satu di NTT itu berujar kalau semua yang dilakukan pemerintah adalah untuk wisatawan.
"Pengunjung yang datang harus dijamin keselamatan dan kenyamanan, maka infrastruktur harus mendukung hal tersebut," ujarnya saat ditemui di Kupang, Selasa (3/8).
Viktor juga menyampaikan terima kasihnya kepada UNESCO atas perhatian yang diberikan untuk Taman Nasional Komodo, juga menjadi kebanggaan NTT dan Indonesia. Ia pun juga mengajak perwakilan UNESCO untuk duduk bareng dan membahasnya bersama.
"Pihak-pihak yang mungkin kurang setuju dengan apa yang sudah dilakukan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi NTT agar bisa melakukan riset lanjutan dan juga berdiskusi bersama kami," ujarnya.
Hanya Viktor kembali mengingatkan pada UNESCO, bahwa proyek pariwisata di TN Komodo adalah atas restu Presiden Jokowi sekaligus untuk meningkatkan ekonomi NTT.
"Jadi ekonomi mereka bertumbuh dari pariwisata yang berkembang dengan juga dari kedatangan pengunjung yang membawa dampak ekonomi," kata Viktor.
Selanjutnya: Permasalahan proyek pariwisata di TN Komodo menurut UNESCO
(rdy/fem)