William Wongso: Indonesia Spice Up of The World Sudah Bagus

bonauli - detikTravel
Sabtu, 07 Agu 2021 18:12 WIB
Ilustrasi rendang (shutterstock)
Jakarta -

Lewat Indonesia Spice Up of The World (ISUTW), Indonesia akan memperkenalkan bumbu masakan ke dunia internasional.

Program ini digagas oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi dengan melibatkan berbagai kementerian lembaga. Pemerintah ingin memperluas produk bumbu atau pangan olahan dan rempah khas Indonesia di Afrika, Australia dan pasar potensial lain.

Tujuan utama dalam ISUTW adalah mendorong kuliner tanah air hadir di mancanegara dan memberi nilai tambah bagi Indonesia. Data ekspor bum/rempah olahan dan komoditas rempah segar Indonesia mengalami tren positif dengan rata-rata pertumbuhan 2,95% selama lima tahun terakhir.

Ini tentu saja bukan hal yang mudah. Namun sudah menjadi langkah yang bagus untuk memulai.

"Tag line ini udah bagus, sudah sampai tangan Menteri. Tinggal perangnya gimana," ujar Pakar kuliner Nusantara, William Wongso.

William menjelaskan bahwa dirinya adalah salah satu penggugus dari kegiatan ini. ISTUW sudah dimulai sejak Mei tahun lalu.

"Dasar budaya kuliner Indonesia adalah bumbu dan tiap daerah memiliki fokus sendiri," ucapnya.

Spices yang dimaksud dalam kegiatan ini adalah bumbu yang sudah ditumis dengan minyak. Sehingga bumbu tersebut akan diekspor demi mendorong usaha kuliner Indonesia di kancah internasional dan makin dikenal dunia.

"Banyak keluarga di luar negeri yang punya bumbu Korea, Thailand, Jepang. Tapi Indonesia belum banyak berperan," ungkapnya.

Menurut pengalaman William banyak restora Indonesia di luar negeri yang memasok bumbu dari negara lain, seperti Thailand dan Vietnam. Alasannya sederhana, karena Indonesia tidak memiliki ekspor bumbu.

"Indonesia tidak ekspor kencur, serai dan lain-lain. Proses bikin bumbu untuk restoran juga lama atau malah tidak tepat. Kalau di sini bikin bumbunya 5 jam, di sana harus 2 jam karena menghemat waktu," jelasnya.

Tantangan yang harus dihadapiadalah mengubah mindset pemilik resto. William menjelaskan bahwa mindset itu sangatlah perlu. Misalnya soal pengolahan bumbu segar, segar yang dimaksud bukan berarti tidak masuk kulkas.

"Kemudian mengajar kembali aplikasi bumbu Indonesia untuk produksi makanan," jelasnya.

Kalau dilihat, kiblat pendidikan kuliner di Indonesia mengacu pada makanan western. William mengaku sulit sekali menemukan koki yang paham betul dengan cita rasa Indonesia.

"Pendidikan dasar kuliner Indonesia lemah sekali, padahal targetnya adalah 4.000 restoran Indonesia di luar negeri," ungkapnya.

Indonesia tentu punya banyak PR. Karena perjalanan ini masih sangat panjang. Pemerintah masih harus memberikan distribusi, dan promosi yang berkelanjutan.

Selain itu, hal lain yang harus dipikirkan adalah nama bumbu. William sempat mengkritik nama-nama bumbu yang dibuat menjadi bahasa Inggris. Menurutnya ini tidaklah perlu.

"Coba kalau masakan Jepang, semuanya pakai bahasa Jepang. Mulai dari Sushi, Shashimi, Shabu-shabu, semua orang Indonesia hapal. Kalau rendang ya rendang saja, tumpeng ya tumpeng saja, cuma penjelasannya saja yang dibuat dalam bahasa Inggris," ucapnya.



Simak Video "Video: Emil Audero Main Bola Plastik Bareng Anak-anak di Lombok"

(bnl/bnl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork