Papirus yang Populer Sejak Era Firaun Melawan Zaman

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Papirus yang Populer Sejak Era Firaun Melawan Zaman

Femi Diah - detikTravel
Sabtu, 14 Agu 2021 22:42 WIB
A woman cuts papyrus by a thread at the workshop in the village of al-Qaramous in Sharqiyah province, in Egypts northern fertile Nile Delta region, some kilometres northeast of the capital on July 28, 2021. - In the lush green fields of Egypts fertile Delta Valley, farmers in the small village of In the lush green fields of Egypts fertile Delta Valley, farmers in the small village of Al-Qaramus have kept alive the ancient Pharaonic tradition of making papyrus paper. In the 1970s, a plastic arts teacher taught the farmers how to reappropriate agricultural and artistic techniques dating back millenia to plant the valuable reed and transform it into brownish paper with ornate drawings and text. Al-Qaramus is now the largest hub of papyrus production nationwide, according to agricultural experts. (Photo by Khaled DESOUKI / AFP)
Papirus yang sudah ada sejak zaman Firaun melawan zaman (AFP/KHALED DESOUKI)
Al Qaramus -

Para petani papirus di Mesir optimistis menatap masa depan kendati terpuruk di kala pandemi virus Corona. Seperti kemampuan bertahan papirus sejak zaman Firaun sampai kini.

Di ladang hijau subur di Al Qaramus, sekitar 80 km dari Kairo, para petani dan pengrajin berjuang untuk tetap menghidupkan tradisi pembuatan papirus yang sudah ada sejak zaman Firaun.

Memang, manfaatnya sudah bergeser. Dulu di zaman Firaun, papirus digunakan oleh orang Mesir kuno sebagai kertas tulis. Kini, papirus menjadi suvenir untuk wisatawan. Ya, seniman lokal menghiasi papirus dengan hieroglif, kaligrafi Arab, dan representasi dari zaman kuno dan alam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tetapi pariwisata di negara Afrika Utara, terpuruk jauh sebelum virus Corona melanda. Wisata Mesir mengalami pukulan telak sejak revolusi 2011, kemudian disusul ketiadaan turis Rusia setelah sebuah pesawat Rusia jatuh oleh kelompok radikal pada tahun 2015.

A woman cuts papyrus by a thread at the workshop in the village of al-Qaramous in Sharqiyah province, in Egypt's northern fertile Nile Delta region, some kilometres northeast of the capital on July 28, 2021. - In the lush green fields of Egypt's fertile Delta Valley, farmers in the small village of In the lush green fields of Egypt's fertile Delta Valley, farmers in the small village of Al-Qaramus have kept alive the ancient Pharaonic tradition of making papyrus paper. In the 1970s, a plastic arts teacher taught the farmers how to reappropriate agricultural and artistic techniques dating back millenia to plant the valuable reed and transform it into brownish paper with ornate drawings and text. Al-Qaramus is now the largest hub of papyrus production nationwide, according to agricultural experts. (Photo by Khaled DESOUKI / AFP)Panen papirus di desa al-Qaramous, provinsi Sharqiyah. Foto: AFP/KHALED DESOUKI

Dua tahun terakhir, pandemi Covid-19 semakin melemahkan sektor ini.

ADVERTISEMENT

Mesir memperoleh pendapatan turis hanya USD 4 miliar tahun lalu. Itu seperempat dari apa yang telah diantisipasi sebelum krisis kesehatan global.

Saat ini, Al-Qaramus memiliki 25 kelompok tani yang berusaha memenuhi kebutuhan dengan menjual papirus. Jumlah itu merosot dibandingkan sebelum 2011 yang mencapai 500 kelompok tani.

"Saya kehilangan sekitar 80 persen dari total pendapatan saya. Saya dulu mendapatkan hampir USD 1.000 sebulan dan sekarang hampir nol," kata petani dan seniman papirus Said Tarakhanpria (60) seperti dikutip AFP.

Tanaman papirus, dengan dedaunannya yang berbentuk kipas, tumbuh di air dan tingginya bisa mencapai empat meter. Bentuknya telah menjadi inspirasi untuk mendekorasi tiang-tiang kuil Mesir kuno.

Untuk membuat kertas, pekerja menggunakan kawat untuk memotong batang papirus menjadi potongan tipis, yang direndam dalam air dan kemudian dilapisi satu sama lain untuk membuat lembaran.

Lembaran ditempatkan ke dalam kompresor untuk memadatkannya, dan kertas yang dihasilkan dibiarkan kering di bawah sinar matahari sebelum didekorasi dengan tulisan atau desain warna-warni.

Halaman berikutnya >>> Coba-coba berinovasi dan berjualan online

Pemilik bengkel Papirus Abdel Mobdi Mussalam (48) mengatakan stafnya telah berkurang dari delapan dekade lalu menjadi hanya dua.

"Papirus adalah satu-satunya sumber pendapatan kami. Itu memberi makan saya dan anak-anak saya," kata Abdel.

Sementara itu, Tarakhan mengatakan dia mencoba untuk mengembangkan produk papirus lainnya seperti buku catatan dan buku sketsa.

Beberapa bulan yang lalu, putranya Mohammed meluncurkan toko online untuk menjual produk baru mereka.

"Awalnya kami hanya menjual lokal kepada mereka yang datang kepada kami, tetapi setelah Covid, kami berpikir bahwa kami dapat menjangkau lebih banyak orang, bahkan orang asing, melalui internet," kata wanita berusia 30 tahun itu.

A woman cuts papyrus by a thread at the workshop in the village of al-Qaramous in Sharqiyah province, in Egypt's northern fertile Nile Delta region, some kilometres northeast of the capital on July 28, 2021. - In the lush green fields of Egypt's fertile Delta Valley, farmers in the small village of In the lush green fields of Egypt's fertile Delta Valley, farmers in the small village of Al-Qaramus have kept alive the ancient Pharaonic tradition of making papyrus paper. In the 1970s, a plastic arts teacher taught the farmers how to reappropriate agricultural and artistic techniques dating back millenia to plant the valuable reed and transform it into brownish paper with ornate drawings and text. Al-Qaramus is now the largest hub of papyrus production nationwide, according to agricultural experts. (Photo by Khaled DESOUKI / AFP)Perempuan menjadi salah satu penggerak pertanian papirus di Mesir. Foto: AFP/KHALED DESOUKI

"Kami mencoba untuk berpikir secara berbeda sehingga kami dapat melanjutkan," kata sesepuh Tarakhan, yang pada tahun 2014 mendirikan asosiasi lokal untuk pengrajin papirus.

"Saya berterima kasih kepada Covid-19 karena mengunci kami di rumah dan memaksa kami untuk meningkatkan model bisnis kami," dia menambahkan.

Di dekat Piramida Giza, sekitar 100 kilometer jauhnya, Ashraf al-Sarawi, memajang lukisan papirus di tokonya. Tapi, tidak ada turis kendati dia dengan setia menunggu toko.

Ashraf bilang kehilangan sebagian besar pendapatannya tahun lalu karena pandemi. Tetapi, dia yakin pariwisata Mesir akan segera meningkat.

"Pariwisata tidak pernah mati," kata pria berusia 48 tahun itu.

"Mungkin sakit untuk sementara waktu, tetapi akan kembali," dia menambahkan.



Simak Video "Presiden Iran Samakan Israel dengan Firaun, Diyakini Bakal Hancur"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads