Monyet-monyet di Hutan Monyet Sangeh menyerbu permukiman warga lantaran tak ada turis yang memberikan mereka makanan. Monyet ini dikenal sudah bergantung pada turis sejak lama.
Pandemi COVID-19 tak hanya berimbas pada manusia tetapi juga pada kehidupan monyet-monyet Sangeh. Sejak tempat wisata ditutup, monyet-monyet ini menjadi kehilangan salah satu sumber makanannya yang berasal dari wisatawan.
Hal ini lantas menimbulkan masalah baru yakni turunnya monyet ke permukiman warga. Mereka bukan hanya mencari makanan, beberapa bahkan sampai mencabut genteng rumah warga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ini membuat warga tak punya pilihan lain dengan memberikan makanan untuk monyet-monyet kelaparan tersebut. Akan tetapi, warga juga tak kuasa kalau harus memasok pakan sendiri. Pasalnya, ada sekitar 600 ekor monyet yang tinggal di sana.
Karakter monyet sangeh sebagai monyet ekor panjang
Monyet-monyet di Sangeh tergolong sebagai monyet ekor panjang (MEP). Satwa ini termasuk salah satu jenis primata yang paling mudah ditemukan di Indonesia.
MEP mudah dikenali dengan ciri warna rambutnya abu-abu dan tentunya berekor panjang. Bila traveler ingat, dahulu di ibu kota sering dijumpai aksi topeng monyet. Nah, biasanya MEP inilah yang melakoni aksi tersebut.
Status MEP sendiri bukanlah satwa langka. Menurut Daftar Merah dari Lembaga Konservasi Alam Internasional (IUCN), MEP berstatus risiko rendah (least concern). Ini karena distribusinya yang luas dan populasinya yang tidak menurun.
Halaman berikutnya >>> Monyet Oportunis
Menurut Brotcorne (2014), MEP tergolong primata yang oportunis. Ia memiliki kemampuan beradaptasi yang sangat baik dengan manusia.
Di Bali, MEP ini memang banyak hidup berdampingan dengan masyarakat. Monyet-monyet dibiarkan hidup sesuai ajaran dalam agama Hindu yang Tri Hita Karana, yakni tiga cara mencapai keseimbangan dengan sesama manusia, Tuhan, dan alam.
Itu sebabnya, monyet akan dibiarkan beraktivitas sesuai kelakuan mereka, tidak diburu atau diusir. Akan tetapi dengan kondisi saat ini di mana lahan hutan makin berdekatan dengan permukiman, perilaku monyet bisa jadi meresahkan.
Terlebih Hutan Sangeh yang menjadi objek wisata semakin membuat MEP bergantung pada manusia. Sangeh sendiri sudah dikembangkan menjadi tempat wisata sejak tahun 1971. Jadi, MEP di sana sudah akrab dengan manusia selama puluhan tahun.
Berdasarkan penelitian yang mahasiswa Universitas Nasional pada tahun 2018, ditemukan bahwa cara MEP di Sangeh mendapatkan makanan tertinggi dengan cara diberikan. Makanan yang umumnya dikonsumsi adalah buah hingga makanan ringan seperti chiki dan keripik.
Dari penelitian berjudul Perilaku Harian Monyet Ekor Panjang dan Kehadiran Pengunjung di Taman Wisata Alam Sangeh Bali, disebutkan kehadiran pengunjung berpengaruh signifikan terhadap perilaku makan dan pencarian pakan monyet MEP.
MEP di Sangeh tergolong sebagai monyet yang terhabituasi. Artinya, mereka menerima kehadiran manusia.
Mereka terbiasa berinteraksi dengan manusia mulai dari naik ke pundak, duduk di pangkuan, bahkan bisa diajak foto bersama. Maka selain kekurangan pakan, saat wisata tutup MEP ini juga merasa kesepian.
(pin/fem)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!