Pesawat Hibrida Masa Depan Buat Hindari Keruwetan Bandara

Inilah konsep pesawat hibrida canggih yang beroperasi di laut, seaglider. Keberadaanya diyakini jadi solusi keruwetan bandara dan jalan raya.

Pesawat hibrida itu mampu menyelesaikan perjalanan sejauh 200 km selama 50 menit. Pesawat itu dikembangkan oleh Regent.

Pendiri Regent memiliki latar belakang penerbangan, lulusan Aerospace Engineering di MIT dan jebolan Stint, anak perusahaan Boeing Aurora. Pesawat yang mereka tawarkan adalah armada yang ramah lingkungan untuk perjalanan pendek antarkota.

Billy Thalheimer dan Mike Klinker telah mengumpulkan dana sebesar USD 9,5 juta dari Y Combinator, Mark Cuban dan Peter Thiel. Konsep Wing-in-Ground Effect (Wig) diharap menjadi alat transportasi dengan nol emisi.

Mereka memanfaatkan prinsip aerodinamis yang dikenal sebagai 'ground effect' untuk membaca permukaan laut dengan kecepatan yang sangat tinggi, melayang hanya beberapa meter di atas air. Ketika di dermaga, hanya bagian lambung yang terkena air, seperti umumnya perahu.

Seaglider, pesawat hibrida (Foto: Regent)

Konsep kendaraan 'ground effect' bukanlah hal baru. Uni Soviet bahkan telah membuat beberapa yang berukuran besar untuk penggunaan militer, disebut Ekranoplans.

Namun, transportasi 'ground effect' sangat sensitif dengan gelombang dan pasti tak cocok dengan layanan komersial. Pelaku membutuhkan hamparan air yang tenang untuk lepas landas dan mereka sulit berputar di atas air.

Namun, Regent mengklaim telah memecahkan keterbatasan ini dengan memperkenalkan beberapa elemen baru di seagliders. Ada efek wing-in-ground dan menggabungkannya dengan teknologi kapal hydrofoil agar mudah bermanuver di air.

Karena kendaraan efek Wing-in-Ground dianggap kapal, mereka beroperasi di bawah peraturan maritim. Mereka juga tidak akan menghadapi kendala operasional dan peraturan yang sama dengan pesawat.