Ada wacana kalau sertifikat Clean, Health, Safety and Environment (CHSE) akan diwajibkan di masa mendatang. Pelaku hotel dan restoran pun keberatan.
Di masa pandemi, Pemerintah di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mencanangkan CHSE bagi para pelaku hotel dan restoran. Tujuan awalnya, hal itu dilakukan untuk memberi rasa aman bagi konsumen yang ingin menginap atau makan di resto yang memiliki sertifikasi itu.
Hanya dalam pelaksanaannya, 'semangat' CHSE itu ternyata membawa beban biaya tambahan yang tak tampak di atas kertas. Padahal, pelaku perhotelan dan restoran adalah yang paling pertama terdampak di masa pandemi ini.
Keberatan itu pun diutarakan oleh Ketua BPD (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) PHRI Jakarta Sutrisno Iwantono. Keberatan itu ia sampaikan setelah mendengar ada wacana yang nantinya bersifat mewajibkan sertifikat CHSE pekan lalu.
"Jumat lalu ada satu rapat, isinya mewajibkan sertifikat CHSE untuk hotel dan restoran. Tentu kita paham ini sangat penting sebagai bentuk kepedulian pada konsumen, tapi kalau nantinya diajukan akan memberatkan teman-teman kelompok wisata menengah ke bawah itu," ujarnya.
Untuk itulah pimpinan dari PHRI Jakarta menyatakan menolak jika CHSE diwajibkan. Kami berharap itu dilakukan bertahap, agar solusi itu tak jadi beban bagi industri yang sedang merangkak naik," ujarnya dalam diskusi yang diadakan daring Senin pagi tadi (27/9/2021).
Dijelaskan oleh Sutrisno, Pemerintah memang memberi sertifikasi CHSE di awal secara gratis. Namun, ada wacana kalau nantinya sertifikasi itu akan dilakukan mandiri alias tak lagi gratis.
"Nanti ke depan mau mandiri, kita mau diwajibkan secara mandiri. Itulah yang memberatkan kita. Dana APBN juga akan lebih efektif apabila untuk mendukung sektor pariwisata," pungkas Sutrisno.
Adapun, terdapat biaya yang tak sedikit apabila nantinya sertifikat CHSE tak lagi diberikan secara gratis. Jumlahnya pun bisa mencapai belasan juta.
Selanjutnya: Estimasi biaya untuk pelaksanaan CHSE
(rdy/ddn)