Kondisi planet Bumi makin mengkhawatirkan, Badan Meteorologi Dunia atau WMO memberikan peringatan terbaru soal perubahan iklim. Organisasi global itu menyebut bahwa perubahan iklim tak hanya menyebabkan banjir dan kenaikan permukaan air laut, namun juga gelombang panas.
Sebagaimana dilaporkan Straits Times, mengutip CNBCIndonesia.com hal ini terlihat dari insiden gelombang panas yang terjadi di Amerika barat laut pada bulan Juni dan Juli lalu. Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas mengatakan peristiwa ekstrem ini adalah sebuah norma baru.
"Ada banyak bukti ilmiah bahwa beberapa di antaranya menanggung jejak perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Profesor Taalas juga mengatakan bahwa tingkat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca saat ini telah melampaui target yang ditetapkan Perjanjian Paris, dimana negara dunia sepakat untuk membatasi pemanasan hingga di bawah 2 derajat celcius.
Sebelumnya WMO juga melaporkan tingkat karbon dioksida melonjak menjadi 413,2 bagian per satu juta pada tahun 2020. Ini juga diketahui jauh dari koridor Perjanjian Paris.
"Kita jauh dari jalur. Kita perlu meninjau kembali sistem industri, energi dan transportasi dan seluruh cara hidup kita," ujarnya dilansir pekan lalu.
Sementara itu, para pemimpin dunia saat ini menghadiri konferensi iklim COP26 yang dimulai Minggu (31/10/2021) kemarin di kota Glasgow, Inggris. Forum itu menjadi tonggak agar dunia kembali kepada Perjanjian Paris soal emisi karbon dan kenaikan suhu global.
Untuk Indonesia sendiri, Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Dengan Perpres ini, Indonesia menjadi negara pertama yang menggerakkan penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.
Perubahan iklim merupakan salah satu tantangan global yang perlu ditangani secara bersama semakin menguat baik di tingkat internasional maupun nasional dalam negeri Indonesia. Pada tahun 2016, pemerintah Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement yang di dalamnya terdapat komitmen Nationally Determined Contribution (NDC).
Komitmen tersebut kemudian dipertegas menjadi bagian dari dokumen perencanaan pembangunan nasional 2020 - 2024 dan menjadikan penanganan perubahan iklim sebagai salah satu agenda prioritas nasional. Hal tersebut menunjukkan betapa kuatnya dukungan atas komitmen global tersebut.
Tahun 2030 Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional. Sektor strategis yang menjadi prioritas utama adalah sektor kehutanan, serta sektor energi dan transportasi yang telah mencakup 97% dari total target penurunan emisi NDC Indonesia.
Bahkan pada dokumen update NDC tahun 2021, melalui long term strategy - low carbon and climate resilience (LTS - LTCCR), Indonesia juga telah menargetkan untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih awal. Dokumen terakhir tersebut juga menetapkan perlunya perhatian pada aspek adaptasi perubahan iklim sebagai salah satu target strategis nasional.
(ddn/ddn)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!