Tradisi Dandangan dan jamas keris Sunan Kudus ditetapkan masing-masing menjadi warisan tak benda dan warisan budaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lalu apa itu tradisi Dandangan dan jamas keris Sunan Kudus?
"Tradisi yang ditetapkan oleh Kemendikbud sebagai warisan tak benda pada 29 Oktober 2021 lalu, pertama tradisi dandangan dan warisan budaya prosesi jamasan keris Kyai Cinthaka milik Sunan Kudus," kata Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus, Agus Susanto di Kudus, Jumat (13/11/2021).
Dia mengatakan Tradisi Dandangan merupakan tradisi untuk menandai dimulainya awal bulan Ramadhan. Hal ini ditandai dengan ditabuhnya beduk di atas Menara Kudus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Tradisi dandangan itu sebenarnya cikal bakal Kementerian Agama untuk menetapkan 1 Ramadhan di Indonesia yang memulai adalah Mbah Kanjeng Sunan Kudus. Jadi warisan Mbah Sunan Kudus menjadi bentuk warisan Indonesia," terang Agus.Tak hanya itu, dua pekan sebelum puasa terdapat rangkaian acara. Mulai dari pasar tiban hingga jajanan berjualan di sepanjang jalan Sunan Kudus. Sedangkan biasanya di alun-alun Kudus terdapat acara seremonial menyambut awal Ramadhan.
Terpisah Humas Yayasan, Masjid, Menara, dan Makam Sunan Kudus, Denny Nur Hakim menjelaskan sedangkan tradisi jamas keris peninggalan Sunan Kudus cukup berbeda. Yakni dilakukan setiap hari Senin atau Kamis pertama setelah hari Tasyrik pada bulan Zulhijah.
"Kalau harinya sama sudah ditetapkan oleh para leluhur, yakni pelaksanaan hari Senin atau Kamis pertama setelah hari Tasryik. Jadi sebelum bulan Suro. Keunikan kerisnya, tapi jelas keris Mbah Sunan masih terjaga dengan baik, tradisi tersebut terjaga sampai sekarang,"jelas Denny kepada detikcom ditemui di kawasan Menara Kudus, Sabtu (13/11/2021).
![]() |
Selain itu, kata Denny prosesi penjamasan keris Kyai Cinthaka secara turun-temurun menggunakan bahan yang sama. Hal ini bertujuan untuk menjaga benda bersejarah peninggalan salah satu Wali Sanga tersebut.
"Dengan tradisi tempo dulu, jadi para sesepuh itu menggunakan bahan yang seperti kayak skam ketan hitam, terus pakai air jeruk, terus ada warangan itu. Kita masih menggunakan seperti itu. Bahan yang kita gunakan sama seperti yang dilakukan oleh para leluhur kita dahulu. Sekarang masih ada. Dari tahun-tahun prosesi yang sama dan di tempat yang sama," terangnya.
Menurutnya keris milik Sunan Kudus itu diperkirakan berasal dari zaman Majapahit akhir. Bentuknya dhapur atau rancangan bangun keris tersebut adalah dhapur panimbal yang memiliki makna kebijaksanaan dan kekuasaan.
Sedangkan untuk pamor keris Kyai Cinthaka adalah motif "wos wutah yang melambangkan kemakmuran, keselamatan, dan kepasrahan kepada Allah. Selain itu keris tersebut memiliki ricikan atau kelengkapan di antaranya luk sembilan, lambe gajah satu, jalen, pejetan, tikle alis, sogokan ngajeng lan wingking, sraweyan, dan greneng duri.
Menurutnya pandemi ini tradisi baik Dandangan dan penjamasan keris milik Sunan Kudus tetap dilakukan secara sederhana. Disebutkan tamu undangan yang datang pun dibatasi untuk mengantisipasi terjadi kerumunan.
"Selama pandemi penjamasan yang hadir kita batasi, tidak seperti yang sudah-sudah. Undangan untuk masyarakat tapi kita membatasi masyarakat tersebut untuk hadir di prosesi penjamasan," ungkap Denny.
"Tradisi Dandangan di tengah pandemi juga tetap kita lakukan, kita tetap lakukan dengan meminimalisir kegiatan masyarakat," pungkas dia.
(elk/elk)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol