Bali Tidak Ramah buat Penyu Bertelur

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Bali Tidak Ramah buat Penyu Bertelur

Sui Suadnyana - detikTravel
Kamis, 20 Jan 2022 16:34 WIB
Tukik Kura-kura ilustrasi
Ilustrasi tukik (Foto: Dikhy Sasra/detikcom)
Denpasar -

Bali memang menjadi magnet wisatawan karena segudang potensi wisatanya. Namun, fakta menyebut bahwa Pulau Dewata tak ramah bagi penyu bertelur.

Pantai di Bali ternyata dinilai tidak ramah bagi penyu bertelur. Ini karena keberadaan pantai di Bali selalu dijamah manusia, salah satunya karena ada bangunan pemecah ombak.

"Sebetulnya ada beberapa intervensi manusia itu yang mengakibatkan penyu yang tadinya bertelur menjadi tidak bertelur. Contohnya yang paling gampang kita lihat di sini adanya pemecah ombak. Itu jelas yang tadinya penyu ramah bertelur menjadi tidak ramah bertelur," kata Kepala BBKSDA Bali Raden Agus Budi Sentosa di Pantai Mertasari, Kota Denpasar, Kamis (20/1/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain karena keberadaan bangunan pemecah ombak, pemanfaatan pantai untuk pariwisata seperti beach club juga menyebabkan penyu enggan untuk bertelur. Sebab beach club biasanya memang lampu sorot ke arah laut.

"Di beberapa beach club kita lihat itu kan dipasangi lampu sorot yang ke arah laut. Itu kalau ada dipasang lampu sorot ke arah laut pasti nggak akan bertelur. Kemudian ada suara-suara yang bising sampai malam hari. Ingat ya, penyu itu pasti bertelur malam hari," jelasnya.

ADVERTISEMENT

"Boleh mungkin ada lampu, boleh mungkin ada suara tapi tolong kalau malam ya jangan, karena malam hari itu adalah saatnya hewan satwa liar terutama penyu (untuk) bertelur," sambungnya.

Karena itu, Agus meminta kepada pemerintah daerah (Pemda) di Bali agar membuat aturan khusus mengenai pemanfaatan pantai di Bali sehingga penyu bisa bertelur dengan nyaman. Ia mengajak Pemda untuk mengembalikan Bali sebagai pulau surga bagi penyu yang bertelur.

"Mungkin kita perlu bagi, karena tidak mungkin juga semuanya (pantai) kita biarkan tidak ada aktivitas. Tapi mungkin ada pengaturan, di (pantai) mana manusia boleh beraktivitas, di mana binatang boleh bertelur, kan kira-kira itu. Itu yang mungkin perlu diatur lebih lanjut nanti," ungkapnya.

Seekor penyu hijau (Chelonia mydas) berjalan menuju perairan saat dilepasliarkan di Pantai Kuta, Badung, Bali, Sabtu (8/1/2022). Sebanyak 33 ekor penyu hijau yang sebagian besar merupakan hasil penggagalan upaya penyelundupan penyu yang diungkap Tim Patroli Pangkalan TNI AL (Lanal) Denpasar di perairan selatan Bali pada akhir tahun 2021 lalu dilepasliarkan kembali ke laut. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/aww.Seekor penyu hijau (Chelonia mydas) berjalan menuju perairan saat dilepasliarkan di Pantai Kuta, Badung, Bali, Sabtu (8/1/2022). Sebanyak 33 ekor penyu hijau yang sebagian besar merupakan hasil penggagalan upaya penyelundupan penyu yang diungkap Tim Patroli Pangkalan TNI AL (Lanal) Denpasar di perairan selatan Bali pada akhir tahun 2021 lalu dilepasliarkan kembali ke laut (Foto: ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF)

Penyu bertelur lagi di Pantai Kuta

Agus mengungkapkan, pihaknya kini menemukan lagi penyu bertelur di Pantai Kuta setelah wilayah tersebut sepi dari kunjungan wisatawan akibat pandemi COVID-19. Adapun penyu yang ditemukan bertelur yakni sebanyak 4 ekor.

"Kenapa kok Pantai Kuta kemudian ada penyu bertelur? Karena aktivitas di pantai Kuta kan sudah jauh berkurang. Jadi sebetulnya intinya adalah semakin sedikit aktivitas manusia ya semakin banyak penyu bertelur," papar Agus.

Agus menuturkan, berdasarkan teori predator yang paling besar bagi penyu justru manusia. Setelah manusia baru predator berupa satwa lain baik yang berada di darat maupun di lautan.

Manusia sebagai predator penyu harus dihentikan, sebab persentase dari tukik lahir sampai kemudian bisa bertelur hanya 1 hingga 2 persen saja.

"Jadi angkanya sangat kecil. Bahkan ada beberapa literatur mengatakan dari 1000 ekor maksimal 5 ekor yang bisa bertelur. Jadi kita ini semakin banyak melepasliarkan (penyu) akan tentu semakin baik," tuturnya.

Untuk diketahui, semua jenis penyu laut di Indonesia telah dilindungi Undang Undang (UU) Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan serta Satwa dan Permen LHK Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.

Karena telah dilindungi UU, sehingga segala bentuk perdagangan penyu dilarang, baik dalam keadaan hidup, mati maupun bagian tubuhnya. Berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, pedagang penyu bisa dipidana 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Kemudian, status konservasi menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), untuk penyu Sisik dan blimbing sangat terancam punah. Sedangkan penyu hijau, penyu lekang dan penyu tempayan statusnya terancam punah.

Kemudian berdasarkan ketentuan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES), semua jenis penyu laut telah dimasukkan dalam appendix I. Karena itu, semua jenis penyu dilarang untuk diperdagangkan.




(msl/msl)

Hide Ads