Setibanya di Wisma Atlet, Ahmad dan jamaah umrah lain didaftarkan lebih dulu sebelum dibawa ke salah satu kamar. Adapun rekanan lain di kamar yang ditempati Ahmad mayoritas adalah pasien yang disebut positif COVID-19.
"Saya dievakuasi jam 10.00 ke wisma atlet. Hitungan hari dihitung nol ketika datang, tak boleh tes pembanding dan lainnya," cerita Ahmad.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu kritik, adalah terkait keramaian yang terjadi di Wisma Atlet saat pasien positif COVID-19 didaftarkan satu sama lain. Karena jumlahnya yang banyak, kemacetan sempat terjadi sebelum pelancong mendapat nomor kamar.
Pasrah sambil menunggu hasil tes COVID-19 negatif, Ahmad mendapat kabar perihal aturan karantina di rumah merujuk pada SE Nomor HK.02.01/MENKES/18/2022 Tentang Pencegahan dan Pengendalian kasus COVID-19 varian Omicron (B.1.1.59). Merujuk pada SE itu, orang yang positif COVID-19 tanpa gejala diperbolehkan karantina di rumah dengan prokes ketat.
"Kasus konfirmasi COVID-19 tanpa gejala (asimptomatik) dan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri jika memenuhi syarat klinis dan syarat rumah,"
"Jika pasien tidak memenuhi syarat klinis dan syarat rumah, maka pasien harus melakukan isolasi di fasilitas isolasi terpusat. Selama isolasi, pasien harus dalam pengawasan Puskesmas atau satgas setempat. Isolasi terpusat dilakukan pada fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau swasta yang dikoordinasikan oleh puskesmas dan dinas kesehatan," bunyi informasinya.
Ahmad sendiri merasa fit dan tidak memiliki gejala apapun, tapi ia tetap diwajibkan karantina di satu dari fasilitas yang disediakan setelah diklaim positif COVID-19. Dari penuturannya, dokter di Wisma Atlet juga disebut memberi perlakuan yang sama bagi semua tamu tanpa terkecuali.
"Semua yang datang masuk ke wisma atlet diperlakukan sama, padahal screening masuknya tidak detil. Ini bahaya. Kalau diperlakukan sama, yang sehat bisa sakit," kritisi Ahmad.
"Di sini ternyata tak hanya penampungan dari luar negeri, tapi semua yang positif ter-screening dari mana saja. Saya ketemu orang-orang dari pabrik, keluarga bareng anak-anaknya juga ada. Banyak orang-orang celana pendek bertato pekerja kafe kena di sini. Bagaimana kita orang-orang umrah?" sambungnya.
Bayangkan, bagaimana semua orang dari latar belakang yang diklaim positif COVID-19 baik dengan gejala maupun tidak bertemu di Wisma Atlet termasuk jamaah umrah. Hal ini sebenarnya bukan hal baru dan telah terjadi sejak lama.
"Padahal jamaah umrah ini bukan orang-orang kaya jalan dari luar negeri, bedakanlah karantina ini. Gak bisa disamakan. Orang ibadah umrah ini orang miskin, bahkan banyak orang datang dari kampung," tuturnya.
Segala aturan karantina ini disebut Ahmad telah sangat meresahkan. Padahal sebelumnya, jamaah juga wajib karantina 5 hari di tanah suci.
"Apabila hasil tes PCR di Bandara dinyatakan negatif kemudian wajib karantina 7 hari di hotel, lalu PCR ke 2 diklaim positif maka jamaah umrah sepulang dari Tanah Suci, harus menambah karantina 10 hari lagi di Wisma Atlit menjadi 17 hari (7 hari di hotel dan 10 hari di Wisma Atlet apabila positif). Dan ini masih bisa tambah kemungkinan tambah hari lagi. Padahal umrah saja hanya memakan waktu kurang dari seminggu, yaitu 6 hari masa ibadah dan 5 hari masa karantina di Saudi," jelas Ahmad.
Belum lagi biaya yang dikeluarkan untuk hotel repatriasi, hingga waktu yang terbuang di masa karantina. Termasuk kesehatan mental dari para jamaah umrah yang jauh dari keluarga.
Ahmad sendiri berbagi cerita ini untuk evaluasi sebagai warga negara dan mewakili pengusaha umrah. Kisah ini adalah murni cerita pribadinya ketika menjalani karantina setibanya di tanah air.
Simak Video "Video: 50 Orang Tertipu Travel Umrah Bodong di Banten, Rugi Rp 450 Juta"
[Gambas:Video 20detik]
(rdy/rdy)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol