Tengah viral beredar curhatan WNA Ukraina soal jebakan hotel karantina di Jakarta. Migrant Care menduga ada mafia karantina.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno baru-baru ini memviralkan dugaan adanya penipuan yang dialami turis Ukraina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sandiaga merespons dengan mengirimkan tim Kemenparekraf untuk menyelesaikan masalah itu.
"Mereka saat ini sedang menikmati pariwisata di Bali. Saya berharap ke depannya tidak ada lagi wisatawan yang mendapat pengalaman yang kurang mengenakkan. Saya tidak akan segan untuk menindak tegas oknum-oknum yang mencoba mengambil keuntungan namun mencoreng nama baik Indonesia!" tulis Sandiaga.
Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah menyebut kejadian serupa juga dialami pekerja migran Indonesia yang kembali dari luar negeri. Salah satunya, aduan seorang PMI dari Hong Kong yang ditawari Rp 4,5 juta untuk tidak karantina.
"Sekitar Desember lalu, dari bandara ke Wisma Atlet, oknum petugas mengatakan tidak perlu karantina, waktu itu mereka minta Rp 4,5-5 juta kemudian bisa langsung pulang ke daerah asalnya," kata Anis seperti dikutip detikTravel dari BBC, Selasa (1/2/2022).
Anis menambahkan oknum petugas tersebut meminta paspor PMI tersebut supaya, "secara administratif tercatat melakukan isolasi, tapi secara fisik tidak ada."
"Kemudian PMI itu melapor ke kami dan kami dampingi untuk pengambilan paspor," kata dia.
Dugaan mafia karantina juga diungkapkan oleh Mawar, seorang PMI dari Singapura, bukan nama sebenarnya.
Mawar mengatakan dimintai uang sekitar Rp 450.000 oleh petugas saat karantina untuk mengurus pendaftaran IMEI telepon genggamnya yang sebenarnya, kata dia, gratis.
"Katanya untuk ongkos dari wisma ke bandara. Bayangkan kalau ada 10 hingga 20 orang, berapa jumlahnya? Padahal gratis," ujar Mawar.
Melihat rangkaian pelanggaran yang terjadi, Anis Hidayat, dari Migrant Care, setuju jika disebut adanya mafia karantina.
"Mafia karantina itu memanfaatkan posisi rentan mereka yang datang dari luar negeri, bagaimana meraup keuntungan dari posisi rentan korban. Itu yang terjadi dalam pelanggaran karantina," kata Anis.
Lalu mengapa itu bisa terjadi? Anis menuding sistem karantina memunculkan dan memberi ruang bagi mafia untuk beraksi.
"Jadi pengawasan, SOP, koordinasi, tidak jalan, sehingga yang datang ke Indonesia asal didata saja, di-checklist berapa masuk, tanpa cek fisik. Ketika ada penipuan, tidak terekam sehingga membuka ruang manipulasi dan kecurangan," katanya.
Untuk itu, Anis meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi sistem, kebijakan dan petugas karantina.
"Lalu melakukan audit dengan mengumpulkan keterangan korban untuk melihat dimana titik bocornya. Jangan-jangan bocor di semua titik sehingga potensi kecurangan terus berlangsung," katanya.
Terkait dengan dugaan pelanggaran dalam proses karantina, Koordinator Tim Pakar sekaligus Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan, "silahkan saja dilaporkan detail kasus dan kontaknya supaya diselidiki kebenarannya dan tindak lanjutnya."
Simak video 'Epidemiolog: Perburukan Pandemi Covid-19 Bisa Terjadi Karena 1 Orang':
Selanjutnya: Kata PHRI
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan