Sebuah keluarga asal Argentina keliling dunia dengan road trip dan tengah menuju garis finis. Perjalanan dilakukan selama 22 tahun.
Keluarga itu, keluarga Zapp, pasangan suami istri, Herman dan Candelaria, serta empat anak mereka. Mereka berkendara sejauh 362.000 kilometer dan saat ini tengah berhenti di kota di perbatasan Uruguay.
Dari Uruguay itu, mereka tinggal menuju Obelisk, sebuah monumen di jantung kota Buenos Aires, Argentina. Itu merupakan titik start perjalanan mereka pada 25 Januari 2000.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya memiliki perasaan yang sangat campur aduk. Kami mengakhiri mimpi atau telah memenuhi mimpi," kata Herman kepada AFP, Minggu (13/3/2022).
"Apa yang akan terjadi sekarang? Ribuan perubahan, ribuan pilihan," kata pria berusia 53 tahun itu.
Candelaria, yang memulai perjalanan di usia 29 tahun, kini dia berumur 51 tahun, menyebut pengalaman terbaik sepanjang petualangan itu adalah orang-orang yang ditemui di sepanjang jalan.
"Orang-orang itu luar biasa. Kemanusiaan itu luar biasa," kata Candelaria.
Dia mengatakan keluarga itu mengunjungi 102 negara. Rencana perjalanan mereka tidak selalu mulus, bahkan kerap kali harus mencari jalan alternatif karena perang atau jenis konflik lainnya.
Bermula dari Backpacking ke Alaska
Pasangan itu memulai perjalanan di usia pernikahan enam tahun. Mereka relatif hidup mapan. Keduanya memiliki pekerjaan yang baik dan belum lama membangun rumah.
Rencana mereka tidak berbeda dengan keluarga lainnya, memiliki anak dan membesarkan mereka di rumah itu.
Tetapi, hasrat untuk berpetualang melanda. Perjalanan keliling dunia mereka dimulai dengan perjalanan backpacking di Alaska.
Dan, momen keliling dunia itu datang saat seseorang menawari mereka sebuah mobil. Mobil tahun 1928 buatan Amerika, Graham-Paige. Mesinnya buruk dan catnya mengelupas.
"Mobilnya enggak bisa distarter," kata Candelaria Zapp.
"Kursinya tidak bagus, knalpotnya jelek. Tidak ada AC juga. Itu mobil yang butuh perawatan ekstra. Kelihatannya tidak nyaman, tapi ternyata luar biasa," Herman menimpali.
![]() |
"Ternyata jalannya bagus saat melintasi kota, juga di lumpur dan di pasir," dia menambahkan.
Sepanjang 22 tahun itu, mereka cuma menghabiskan delapan set ban dan hanya dua kali masuk bengkel dan servis besar-besaran.
"Sekarang lebih bagus daripada ketika pertama kali kami kendarai," kata Herman.
Anak-anak mereka lahir di tengah perjalanan. Pampa berusia 19 tahun. Dia lahir di Amerika Serikat (AS). Kemudian, Tehue, 16, lahir di Argentina saat mereka singgah di sana.
Anak ketiga bernama Paloma dan berusia 14 tahun. Dia lahir di Kanada. Si bungsu Wallaby, 12 tahun dan lahir di Australia.
Tambahan terakhir dalam keluarga adalah seekor anjing bernama Timon dan seekor kucing bernama Hakuna.
Selama perjalanan, mereka biasanya menginap di rumah-rumah penduduk. Setidaknya ada 2.000 keluarga yang sudah diinapi.
"Kemanusiaan luar biasa. Banyak yang membantu hanya untuk menjadi bagian dari mimpi," kata Candelaria.
Perjalanan tidak selalu mudah. Herman pernah terkena malaria, keluarganya berkendara melintasi Asia selama wabah flu burung, dan harus berurusan dengan Ebola di Afrika dan demam berdarah di Amerika Tengah.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol