Konservasi menjadi alasan wacana naiknya harga tiket Candi Borobudur menjadi Rp 750 ribu. Daoed Joesoef pernah menceritakan jalan panjang konservasi candi bersejarah ini.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan rencana kenaikan harga tiket untuk naik ke area stupa Borobudur menjadi Rp 750 ribu untuk turis lokal dan Rp 1,4 juta untuk turis asing.
Rencana ini sontak membuat masyarakat gaduh. Betapa tidak, kenaikan harganya begitu drastis. Sebagai gambaran, saat ini tiket masuk Candi Borobudur adalah Rp 50 ribu sedangkan turis asing Rp 350 ribu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Utama InJourney Dony Oskaria mengungkapkan, rencana memahalkan biaya naik ke Candi Borobudur ini dilakukan untuk konservasi situs sejarah. Hal itu dilakukan agar tak merusak kondisi asli Candi Borobudur.
Upaya konservasi candi peninggalan Kerajaan Mataram Kuno itu bukan sekarang saja dilakukan. Sebenarnya ada kisah panjang dari mulai penemuan candi pada 1814 oleh Raffles hingga pemugaran besar-besaran pada masa Orde Baru.
Salah satu tokoh yang dikenal berperan dalam pemugaran saat itu adalah Daoed Joesoef, seorang cendekiawan yang jatuh cinta pada candi tersebut. Kecintaannya pada Borobudur dimulai ketika dirinya bersama sang sahabat, Adi Putera Parlindungan menjajakkan kaki di puncak Borobudur saat purnama menyala.
Kala itu tahun 1953, mereka masih kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM). Anak muda itu merasakan kedamaian bak di surga ketika berada di puncak Borobudur.
Sayangnya, pada saat itu Daoed melihat kerapuhan pada candi Buddha ini. Candi Borobudur luar biasa kotor dan nyaris roboh.
Hewan ternak bebas berkeliaran di sekitar candi. Aneka sampah berserakan di setiap gang di dalam candi. Umat yang melakukan meditasi di candi pun campur-baur dengan anak-anak yang bermain bola atau muda-mudi yang indehoy di sana.
Sebelum benar-benar naik, seorang pemilik warung bahkan menasihati agar cepat turun bila tiba-tiba terasa gempa. "Takut roboh, karena Borobudur sudah miring betul," kata dia.
Kontak pertama Daoed Joesoef dengan Borobudur itu betul-betul menyentuh nuraninya. Ia mengaku sampai murung berhari-hari setelah kembali di Jakarta. Daoed tak habis pikir kenapa orang-orang begitu tega mencemarkan peninggalan nenek moyang yang seharusnya dirawat dengan baik.
Melalui buku berjudul Borobudur yang terbit pada 2004, Daoed menuliskan kegelisahannya itu. Dalam buku itu juga dijelaskan pada 1882, rezim Belanda pernah mengusulkan untuk meruntuhkan Borobudur yang kondisinya sudah rapuh.
Reliefnya dipreteli lalu disimpan di museum. Tapi usulan ini lebih didasari semacam putus asa mengingat pertimbangan teknis dan besarnya dana yang diperlukan untuk memugar dan merawatnya. "Untunglah pengambil keputusan di Batavia menolak usul tersebut," tulis Daoed.
Akhirnya pemugaran baru terlaksana belasan tahun kemudian, tepatnya pada 1900. Kala itu Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1899-1904) Willem Rooseboom, menunjuk Theodoor van Erp sebagai ketua tim penyelamatan Borobudur.
Di dalamnya ada arkeolog J. Brandes dan B.W. van de Kamer (insinyur pembangunan). Atas usul Van Erp, tim yang semula cuma akan memperbaiki saluran air hujan dan beberapa bagian yang terancam runtuh disetujui untuk memugarnya secara utuh.
"Pemugaran dimulai pada Agustus 1907 di masa Johannes Benedictus van Heutsz, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1904-1909," tulis Daoed Joesoef. Pekerjaan proyek raksasa itu baru rampung sekitar empat tahun kemudian ketika Heutsz A.W.F. Idenburg (Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1909-1916).
Di masa pendudukan Jepang, 1942-1945, yang dikenal kejam dan kemaruk pun ternyata tak kuasa bertindak beringas terhadap Borobudur. Kepala Dinas Arkeologi Dr. Stutterheim sengaja dilepas dari selnya. "Dia diminta meneruskan berbagai usaha perbaikan-perbaikan kecil agar candi tidak runtuh."
Ketika berada di Prancis guna meraih gelar doktor di Universitas Sorbone, 1964-1972, Daoed Joesoef berupaya mewujudkan keprihatinan dan kecintaannya kepada Borobudur. Karena sering berlama-lama di perpustakaan UNESCO di Paris, Daoed menguping informasi adanya dana pemugaran untuk tempat atau situs yang diakui sebagai warisan dunia.
Sayang, ketika informasi ini disampaikan ke KBRI, responsnya tak seperti yang diharapkan. Hingga suatu hari, Menteri Pendidikan Mashuri langsung menunjuknya sebagai penasehat delegasi Indonesia untuk UNESCO.
Bersaing dengan situs Mohenjodaro dari Pakistan dan Venesia dari Italia, Borobudur akhirnya menang dan mendapatkan dana tersebut. Pemugaran Borobudur dimulai pada 10 Agustus 1973.
Ketika pada 1978 ia ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan oleh Presiden Soeharto, kebetulan dana Borobudur cair. "Dan per definisi, pekerjaan restorasi tersebut di bawah kementerian saya," tulis Daoed Joesoef.
Pada 23 Februari 1983 pemugaran Candi Borobudur yang menghabiskan dana USD 24 juta, dinyatakan berakhir dan sukses sesuai rencana. Pada 1991, UNESCO mengukuhkan Borobudur sebagai warisan budaya dunia. Dengan demikian, Borobudur bukan cuma milik umat Budha tapi milik seluruh umat yang harus dijaga bersama, apapun risikonya.
(pin/pin)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan