Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memutuskan untuk menunda tarif baru mendaki Candi Borobudur Rp 750.000. Itu setelah gaduh dan menjadi polemik.
Wacana adanya tarif baru mendaki Candi Borobudur itu awalnya dikemukakan oleh Luhut. Dia mengungkapkan melalui Instagram pada Sabtu (4/6/2022).
Dalam prosesnya, Luhut mengumumkan untuk menundanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Menko PMK soal Borobudur: Kita Tinjau Lagi |
Berikut 5 fakta polemik tarif baru mendaki Candi Borobudur:
1. Rencana Tarif Baru Diumumkan Luhut di Magelang
![]() |
Pengumuman itu dibuat Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan setelah Rapat Koordinasi antar Kementerian/Lembaga (K/L) di Ruang Avadhana, kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, yang membahas Pengembangan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Candi Borobudur.
Salah satu topik yang dibahas dalam rapat tersebut adalah pengaturan kunjungan wisatawan yang akan naik ke bangunan Candi Borobudur dengan mempertimbangkan aspek konservasi Candi Borobudur.
Dalam rapat tersebut telah diambil beberapa keputusan, di antaranya diperlukan pembatasan kunjungan wisatawan yang akan naik ke bangunan Candi Borobudur dengan menerapkan sistem kuota. Kebijakan kuota ditetapkan dengan jumlah maksimal 1.200 orang per hari yang boleh naik bangunan Candi Borobudur. Jumlah tersebut setara dengan 10-15 persen rata-rata per hari jumlah wisatawan ke Candi Borobudur sebelum masa pandemi.
Merujuk kebijakan kuota tersebut, diputuskan kebijakan harga khusus. Wisatawan lokal dikenai tarif sebesar Rp.750 ribu, sedangkan turis asing USD 100, dan untuk pelajar (grup study tour sekolah/bukan individual) adalah Rp 5 ribu. Kebijakan tiket khusus ini hanya untuk wisatawan yang berkeinginan untuk naik bangunan Candi Borobudur.
Sementara itu, untuk wisatawan reguler yang hanya berwisata ke Taman Wisata Candi Borobudur hingga pelataran/halaman Candi Borobudur, diakomodir dengan harga tiket regular yaitu tiket untuk wisatawan dewasa Rp 50 ribu, tiket anak-anak pelajar Rp 25 ribu, sedangkan tiket turis asing dewasa USD 25, dan tiket turis asing anak USD 15.
Hadir dalam rakor tersebut Kementerian dan Lembaga di antaranya Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi,
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Kementerian BUMN, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian PUPR, K/L lain seperti Balai Konservasi Borobudur dan PT Taman Wisata Candi (TWC), termasuk Gubernur Jawa Tengah, dan Bupati Magelang.
2. Alasan Konservasi
![]() |
Sebuah studi menunjukkan bahwa lantai Candi Borobudur yang dibangun 1.197 tahun lalu itu aus 0,175 cm per tahun akibat gesekan dengan kaki pengunjung. Pengunjung pun diminta menggunakan alas kaki khusus (upanat). Selain untuk kelestarian Candi, penggunaan upanatjuga diharapkan membantu memberdayakan masyarakat di kawasan sekitar Candi.
Berdasarkan kajian berjudul 'Physical Carrying Capacity (Daya Dukung Fisik) Candi Borobudur' yang ditulis Isni Wahyuningsih, Koordinator Kelompok Kerja Dokumentasi dan Publikasi Balai Konservasi Borobudur, pengunjung yang dapat naik ke struktur candi maksimal 1.259 orang per hari. Idelanya, hanya 128 orang per kunjungan demi kenyamanan dan eksplorasi maksimal terhadap relief candi.
Sampah dan vandalisme juga menjadi masalah seiring dengan banyaknya wisatawan ke Candi Borobudur. Di antaranya, memanjat dinding candi/stupa, coret-coret, menggeser posisi batu, dan menggores/mencungkil batu atau relief candi.
Baca juga: Tarif Naik Borobudur Rp 750 Ribu Ditunda |
3. Tuai Pro dan Kontra
Pengumuman Luhut soal tarif baru mendaki Candi Borobudur senilai Rp 750 ribu itu direspons dengan pro dan kontra. Sebagian masyarakat setuju dengan alasan Candi Borobudur merupakan tepat ibadah umat Buddha dan alasan konservasi.
Adanya tarif baru mendaki Candi Borobudur diyakini bisa membatasi jumlah wisatawan.
Pendapat lain menyebut pemerintah gegabah membuat tarif mahal itu. Sebab, pembatasan wisatawan bisa dilakukan dengan cara lain, bukan bikin tarif masuk yang mahal. Tarif baru itu dinilai sebagai bentuk komersialisasi tempat ibadah.
"Upaya untuk mengomersialisasi Candi Borobudur dengan pemberlakuan tiket ke wisatawan untuk naik ke struktur dan puncak bangunan (arupadhatu) harus dikaji ulang. Jangan sampai pengelolaan Candi Borobudur semakin jauh dari fungsi awalnya untuk peribadatan agama Buddha," kata Pelaksana Harian DPP Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia, Eric Fernando, seperti dikutip dari BBC.
"Seharusnya yang bisa naik ke struktur dan puncak bangunan (arupadhatu) hanya umat Buddha yang sedang melakukan peribadatan seperti pradaksina atau san bu yi bai," dia menambahkan.
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia, Marsis Sutopo, menilai kebijakan kenaikan harga harus dikaji secara mendalam.
"Pembatasan kunjungan dengan menaikkan harga tiket itu bagus buat kelestarian candi. Karena orang jadi berpikir ulang kalau mau naik candi. Tapi bagaimana dengan masyarakat lokal? Pelaku pariwisata lokal? Wisatawan sudah ditembak dulu dengan psikologi harga: 'harganya mahal ya, mending kita nggak usah ke sana, deh". Dan, ujung-ujungnya yang rugi adalah warga lokal yang menggantungkan ekonominya pada pariwisata di Borobudur," kata Marsis.
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!