Sektor penerbangan mengalami goncangan saat pandemi, tak terkecuali maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Seperti ini kondisinya sekarang.
Pandemi menyebabkan industri penerbangan mengalami kerugian sekitar Rp 2,9 Triliun. Namun kini, di tahun 2022, sektor ini mulai bangkit.
"Pada saat ini kami di Garuda kita melihat sudah ada sedikit perbaikan sejak Februari sudah ada peningkatan 15 % dibandingkan periode sebelumnya dan hari ini juga peningkatan terus terjadi," kata Director Human Capital Garuda Indonesia, Arya Perwira Adi Leksana dalam Webinar Bidang Perhubungan Kadin Indonesia, Recovery Plan Industri Penerbangan Indonesia, Kamis (30/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maskapai ini pun melakukan survei kepada penumpang. Hasilnya, protokol kesehatan menjadi hal penting dalam preferensi penumpang.
"Tingkat kepercayaan penumpang setelah kita melakukan survei sudah mulai naik, Alhamdulillah dibandingkan Q4 di tahun 2021 dan sesuai dengan yg kami coba interview dan komunikasikan, rata rata penumpang Garuda mementingkan bahwa maskapai dengan prokes yang ketat memiliki lebih banyak peluang untuk bisa membantu pemulihan industri penerbangan," kata Arya.
Ketetapan waktu operasional pesawat di Garuda mencapai 91,44 persen pada bulan lalu. "Garuda sekarang terus mencatatkan kinerja operasi dengan OTP (On Time Performance) yang kami pertahankan, 91 persen ini sebenarnya pada bulan lalu, namun bulan ke bulan akan kita tingkatkan," tuturnya.
Sementara, soal frekuensi penerbangan, kini Garuda Indonesia memiliki 650 penerbangan per minggu. Tapi angka ini masih jauh dari masa sebelum pandemi.
"Frekuensi penerbangan kita terus naik sebanyak 650 penerbangan per minggu, memang masih jauh dari sebelumnya bahkan dulu kita sempat 600 penerbangan per hari," kata Arya.
Setelah melewati pandemi, Garuda juga fokus pada penerbangan kargo, sebagai sumber penghasilan selain penumpang. Namun, jumlah penumpang sudah lebih dari setengah dibandingkan tahun lalu.
"Kita sadar kita dalam kondisi bahwa Garuda harus kembali hidup, kalau di pesawat restart the engine. Kami mulai lagi seperti perusahaan yang baru lahir tapi tak ingin melakukan kesalahan-kesalahan lagi di kemudian hari. Jadi profitabilitas sudah menjadi harga mati untuk seluruh jajaran kami, jadi tidak bisa menerbangkan pesawat tanpa mempertimbangkan profitability-nya," dia menambahkan.
(elk/fem)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum