Sekitar 40 anak-anak dan pemuda yang tergabung dalam Save the Children Indonesia menginisiasi aksi bersih sungai dan pilah sampah di Kali Code, Yogyakarta.
Aksi bersih-bersih itu merupakan bagian dari Aksi Generasi Iklim yang digagas oleh Save the Children Indonesia sejak April 2022. Aksi ini juga menggandeng pihak lain seperti Paguyuban Pengajar Pinggir Sungai (P3S) Yogyakarta.
Aktivitas ini juga bertujuan untuk meminimalisasi risiko dan dampak buruk saat Siklon Tropis Cempaka melanda Yogyakarta pada tahun 2017 silam, terutama di wilayah hilir Kali Code yakni di Pleret-Imogiri, Kabupaten Bantul.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penumpukan sampah rumah tangga maupun limbah industri di sungai dapat memperburuk kondisi iklim yang akan berdampak langsung terhadap anak. Beberapa dampak yang dirasakan oleh anak yaitu gatal-gatal akibat penurunan kualitas air, pencemaran udara, berkurangnya ruang bermain untuk anak, hingga ancaman banjir," ujar Kahfi (17), anggota Child Campaigner Yogyakarta, Save the Children Indonesia.
Setelah diadakan kegiatan ini, anak-anak diharapkan bisa lebih memahami tentang krisis iklim dan tindakan preventif yang dapat dilakukan, sesuai dengan kapasitas anak.
Krisis iklim yang utamanya berkontribusi pada memanasnya suhu permukaan laut merupakan sumber dari tumbuhnya siklon tropis. Data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menjelaskan bahwa pada 2017, untuk kali pertama siklon tropis terjadi dua kali dalam setahun.
Selain waktu kejadian berdekatan, kedua siklon tropis terbentuk makin dekat dengan garis khatulistiwa. Dampak yang ditimbulkan dari fenomena siklon tersebut berupa potensi hujan lebat yang mengakibatkan banjir serta longsor.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul menaksir kerugian materi akibat bencana banjir dan longsor pada 28 November 2017 sekitar Rp 50 Miliar. Setidaknya ada 245 lokasi yang terdampak dan jumlah pengungsi mencapai 7.929 jiwa, termasuk anak-anak.
Data Save the Children sendiri menunjukkan anak-anak yang lahir pada tahun 2020 akan menghadapi 30% lebih banyak banjir. Di Indonesia, anak-anak akan menghadapi 3,3 kali lebih banyak ancaman banjir dari luapan sungai, serta merasakan gelombang panas 7,7 kali lebih sering dibanding yang dialami oleh kakek-nenek mereka.
"Hasil studi kami jelas menjabarkan bahwa anak-anak menanggung beban yang tidak proporsional karena mereka tumbuh dalam situasi yang mengancam. Penting untuk segera melakukan aksi adaptasi dan pengurangan risiko bersama dengan anak-anak untuk meningkatkan kemampuan anak dan keluarga dalam beradaptasi," kata Troy Pantouw, Chief of Advocacy, Campaign, Communication & Media Save the Children Indonesia.
(wsw/fem)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan