Cumi-cumi adalah salah satu seafood favorit wisatawan. Namun bagi wanita hamil di Suku Kaili, Sulawesi Tengah, cumi-cumi pantang dimakan. Bagaimana kisahnya?
Cumi-cumi (Loligo sp) atau disebut juga sotong merupakan jenis moluska yang hidup di laut, dan menjadi tangkapan nelayan. Cumi-cumi disajikan dalam berbagai hidangan masyarakat yang tinggal di pesisir.
Perairan Laut Sulawesi Tengah dikenal sebagai habitat cumi-cumi. Cumi-cumi ditangkap oleh nelayan dengan alat sederhana, hanya pancing dengan umpan udang kecil, dalam melaut nelayan menggunakan perahu berukuran kecil dan sedang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kawasan perairan yang paling banyak habitat cumi cumi yaitu Teluk Tolo meliputi Kabupaten Morowali dan Morowali Utara, serta Teluk Tomini di sekitar Kabupaten Parigi Moutong.
Cumi-cumi hasil tangkapan nelayan dijual ke pasar di seputaran Sulawesi Tengah atau pengepul yang banyak beroperasi di Kabupaten Banggai. Oleh nelayan Kepulauan Luwuk Banggai, cumi-cumi diasinkan dan dikeringkan khas Luwuk Banggai.
Kuliner berbahan cumi-cumi khas Sulawesi Tengah yaitu cumi bakar dan cumi hitam. Cita rasanya pedas berwarna hitam pekat yang berasal dari tinta cumi-cumi.
Cumi-cumi juga bisa diolah menjadi kuliner khas Luwuk Banggai, Sulawesi Tengah yang disebut suntung goreng. Suntung goreng ini terbuat dari cumi-cumi kecil yang digoreng kering.
Cara membuatnya, cuci bersih cumi-cumi lalu siapkan bumbu berupa cabai dan bawang putih ulek. Goreng dengan sedikit minyak kelapa, suntung siap disantap. Suntung goreng disajikan dengan sambal dabu-dabu dan sayur lilin yang dimasak dengan kuah santan atau kuah asam.
Kuliner suntung goreng ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil. Suku Kaili yang tinggal di pesisir Sulawesi Tengah percaya ibu hamil yang memakan sotong, bayi yang dilahirkan akan menjadi lemah seolah-olah tidak bertulang seperti cumi-cumi.
Larangan ini merupakan bagian dari kepercayaan yang diwariskan secara turun temurun. Kearifan lokal ini sebenarnya bertujuan agar masyarakat terhindar dari hal-hal yang buruk berkaitan dengan kesehatan. Walaupun sebenarnya hal tersebut belum terbukti secara ilmiah.
---
Artikel ini ditulis oleh Hari Suroto, Peneliti Arkeologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan sudah diubah seperlunya oleh redaksi.
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!