Suku Aborigin di Australia geram dengan banyaknya benda-benda khas di pasaran, yang dijadikan suvenir oleh turis asing, adalah barang palsu. Katanya, buatan Indonesia.
Penjualan karya seni dan kerajinan Aborigin mencapai AUD 250 juta dolar (sekitar Rp 2,5 triliun) pada tahun 2019/2020. Namun, karya seni dan kerajinan yang dibuat oleh Suku Aborigin berbanding 1:3. Lebih banyak stok suvenir bukan asli buatan mereka.
Komisi Produktivitas Australia merekomendasikan adanya label khusus bagi cendera mata karya seni dan kerajinan bermotif Aborigin palsu. Tetapi, faktanya tidak mudah untuk memverifikasi keaslian suvenir-suvenir yang diperjualbelikan di pusat oleh-oleh, mulai dari bumerang sampai lukisan Aborigin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang warga suku Aborigin Wiradjuri, Jarin Baigent, miris dengan tersingkirnya Suku Aborogin sebagai penghasil kerajinan. Barang-barang palsu yang didatangkan dari negara lan itu harganya memang jauh lebih murah ketimbang buatan mereka.
"Paman saya adalah pembuat bumerang hand made, yang mungkin, bisa jadi memiliki peluang besar untuk memasok di suatu tempat," kata Jarin seperti dikutip ABC Australia, Rabu (20/7/2022).
"Tetapi, ada pengusaha di bisnis barang tiruan pergi mencari pemasok di luar negeri, umumnya buatan Indonesia, dengan opsi yang lebih murah," Jarin menambahkan.
"Akibatnya, para pembuat bumerang di sini kehilangan sumber penghasilan. Padahal, mereka menciptakan barang seni dan artefak asli Aborigin, tapi justru harus tersingkir dari industri ini," dia menjelaskan.
Untuk mendongkrak penjualan suvenir asli Suku Aborigin, Jarin mendirikan Trading Blak. Itu adalah marketplace untuk semua bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang Aborigin untuk menjual produk seni dan kerajinan mereka.
Dia bertekad untuk memerangi praktik bisnis kotor perusahaan non-pribumi yang menjual suvenir khas Suku Aborigin, tetapi tidak menyematkan asal negara pembuatnya.
"Saya mengenal pengusaha non-Aborigin yang melakukan bisnis gelap ini. Mereka menipu pelanggan yang berpikir barang yang dibelinya adalah barang asli Aborigin," katanya.
Barang palsu dan tiruan merupakan masalah besar bagi seniman pribumi yang ingin memulai bisnis, karena tidak mudah untuk menegakkan aturan tentang siapa yang berhak menciptakan gaya dan motif seni tertentu. Menurut Komisioner Komisi Produktivitas Australia, Romlie Mokak, konsumen sulit untuk dapat membedakan karya asli dan tiruan.
"Konsumen akan merasa sangat sulit untuk menentukan mana yang otentik dan mana tiruan. Mau tidak mau, konsumen terdorong pada kesimpulan bahwa barang ini memang mahal," katanya.
Aturan yang ada, seperti pelabelan bumerang yang diterapkan sejak lebih 20 tahun lalu, dianggap cukup membantu untuk menunjukkan keaslian produk. Tetapi, penerapannya terbatas dan sulit untuk memasukkan produk seperti itu ke pasar.
Menurut Jarin, bisnis gelap seperti itu bukan hanya pada suvenir. Tetapi, juga di sejumlah industri yang menyulitkan penduduk Aborigin untuk masuk ke pasar, seperti dalam industri makanan, pariwisata, dan pakaian.
"Mereka menggunakan pengetahuan penduduk pribumi. Mereka menghias kemasan produk-produk mereka dengan karya seni kami, dalam budaya kami," katanya.
"Mereka banyak memasarkan sosial media dan output mereka dengan wajah orang Aborigin, untuk memberikan gambaran yang keliru tentang apa dan siapa mereka itu," ujar Jarin.
Ia meminta konsumen yang benar-benar ingin memberikan dampak dan menghormati orang Aborigin. Dia mengimbau seharusnya traveler membeli dari masyarakat Aborigin, dan tahu tempat untuk membelinya.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!