Tarif Masuk TN Komodo Rp 3,75 Juta Bentuk Nyata Monopoli Bisnis Wisata

Sui Suadnyana - detikTravel
Rabu, 20 Jul 2022 13:58 WIB
Foto: Kemenparekraf
Jakarta -

Kebijakan harga tiket masuk Taman Nasional (TN) Komodo di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar Rp 3,75 juta dinilai sebagai bentuk monopoli bisnis pariwisata. Bakal mematikan keran pendapatan pelaku wisata lokal.

"Intinya bahwa kita melihat kebijakan pemerintah ini yang secara dominannya itu adalah kebijakan dari Pemerintah Provinsi NTT, menaikkan tiket ke kawasan TNK menjadi Rp 3,75 juta ini, kita melihatnya sebagai bentuk monopoli bisnis pariwisata di dalam kawasan TNK," kata Peneliti Sunspirit for Justice and Peace, Venan Haryanto, saat dihubungi detikBali.

Venan mengatakan kebijakan tersebut sebagai bentuk monopoli bisnis pariwisata karena akan mematikan keran pendapatan ke berbagai pelaku pariwisata lokal, utamanya pelaku wisata menengah ke bawah. Padahal, selama ini mereka hidup dengan pendapatan dari pariwisata yang terjangkau dalam kawasan TN Komodo.

"Sehingga ketika ini diberlakukan maka ini akan mematikan aliran pendapatan ke pelaku pariwisata lokal yang berusaha skala kecil," ujar Venan.

Kemudian pada saat yang sama, Pemprov NTT melalui PT Flobamor akan mengelola tiket ke TN Komodo sehingga sudah dipastikan aliran pendapatan akan masuk ke perusahaan tersebut. Sebab, mereka yang akan menguasai hulu dan hilir dari pariwisata di TN Komodo.

"Mungkin ya bisa saja mereka mempunyai calon pengunjung sih yang bisa memenuhi tiket seperti itu kan, kita tidak tahu. Intinya bahwa BUMD Provinsi NTT ini yang akan menjadi pengelola tinggal dan akan memonopoli pengelolaan pariwisata eksklusif ini," ujar Venan.

Pada di bagian lain, sudah ada perusahaan swasta yang sudah mengantongi izin konsesi untuk berinvestasi di kawasan TN Komodo, khususnya di Pulau Padar dan Pulau Komodo. Menurut Venan, berbagai perusahaan ini nantinya akan menjadi satu paket kebijakan dari pengelola pariwisata eksklusif tersebut.

"Sehingga, ketika mereka bilang, ini demi konservasi lantas perusahaan-perusahaan yang sudah mengantongi izin dan akan membangun resort-resort ini, apakah itu tidak akan lebih dahsyat lagi menghancurkan konservasi kan," ujar Venan.

Menurut Venan, ada berbagai perusahaan yang sudah mengantongi izin konsesi di TN Komodo. Beberapa di antaranya seperti PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) hingga PT Synergindo Niagatama dan sebagainya. Walaupun pemerintah tidak secara terang benderang menjelaskan keberadaan perusahaan swasta ini, tetapi bagi Venan, data di lapangan sudah menunjukkan bahwa akan menjadi suatu paket kebijakan.

"Sehingga, ketika mereka bilang bahwa ini ada dalih konservasi, kita bilang ini hoax. Memang kenyataannya penghancuran konservasi yang akan ada dan penyingkiran masyarakat lokal dengan model bisnis yang seperti ini," kata dia.

Jangan Ada Privatisasi di TN Komodo

Venan pun terus menyuarakan tuntutan yang pihaknya dengungkan sejak 2018, yakni meminta agar tidak ada privatisasi oleh berbagai perusahaan swasta dalam pengelolaan TN Komodo. Ia mengusulkan izin yang diberikan ke berbagai perusahaan swasta agar dicabut.

Kemudian jika memang pemerintah ingin mendorong kesejahteraan masyarakat, Venan meminta agar dilakukan dengan pariwisata berbasis komunitas yang sejalan dengan prinsip konservasi. Warga juga harus didorong menjadi pelaku aktif konservasi dan negara harus mengalokasikan lebih banyak lagi untuk urusan konservasi.

"Ini kan peristiwa kebakaran yang pernah terjadi saja sepertinya tidak ada mitigasi. Itu kan berarti alokasi anggaran untuk konservasi memang sangat rendah. Bagaimana mungkin kita berbicara tentang konservasi," dia menegaskan.

"Ini memang tuntutan yang memang sudah sering kita dengungkan setiap kali aksi unjuk rasa dari September 2018 sampai sekarang tapi tidak pernah diindahkan oleh pemerintah," Venan menambahkan.

Venan juga menegaskan agar tidak boleh ada investasi di dalam kawasan TN Komodo. Baginya, berbagai perusahaan dan model yang sedang dikembangkan melalui tarif Rp 3,75 juta merupakan konsep investasi.

"Biarkan pariwisata itu berbasis konservasi dan berbasis usaha masyarakat lokal, berbasis komunitas," kata dia.



Simak Video "Video: Momen Evakuasi Turis Malaysia yang Terseret Arus di Perairan Komodo"

(fem/fem)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork