Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Bali merespons PHK 381 pekerja Grand Inna Bali Beach. Lembaga itu menilai pengelola hotel membuang karyawan begitu saja.
Grand Inna Bali Beach (GIBB) mengumumkan keputusan PHK kepada 381 karyawannya pada Senin (25/7/2022). Keputusan itu mengejutkan karyawan dan menimbulkan reaksi dari berbagai pihak.
Dikutip dari detikBali, Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Bali Ida Dewa Made Rai Budi Darsana (52) menyayangkan dan prihatin dengan keputusan pengelola Grand Inna Bali Beach itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagi kami, apapun yang dialami masyarakat pekerja di Bali, walaupun mereka bukan anggota FSPM, tetapi kami mempunyai kewajiban dan tanggung jawab moral. Setidaknya kami akan memberikan saran, pertimbangan, support, dan masukan kepada kawan-kawan agar mereka mendapatkan keadilan," kata Rai seperti dikutip Sabtu (30/7/2022).
Setelah sosialisasi pemutusan hubungan kerja tersebut, karyawan dari Grand Inna Bali Beach Hotel berbondong-bondong mengadukan hal ini ke rumah anggota Komisi VI DPR RI I Nyoman Parta di hari yang sama.
Rai menyebut karyawan hotel yang di-PHK terdiri dari security, front office, accounting, dan masih banyak jajaran lainnya. Dari pertemuan tersebut, barulah diketahui bahwa pada Senin (25/7/2022), 381 karyawan tersebut dikumpulkan pihak manajemen PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dan diberikan surat dengan No. 1.0882/DH/HIN/VII/2022 perihal Pemberitahuan Keputusan Akan Melakukan Pemutusan Hubungan Kerja.
"Para pekerja GIBB digiring pihak manajemen. Bagi yang sepakat dengan manajemen akan diberikan pemanis dengan diberi tambahan upah sebesar delapan bulan upah, kalau mereka mau bersepakat untuk PHK tanggal 25 Juli 2022. Kalau tidak bersepakat di tanggal tersebut, nilai nominal tambahan upah berkurang sampai tanggal 27 Juli," kata Rai.
Rai juga menyayangkan kepengurusan serikat pekerja Grand Inna Bali Beach yang tidak aktif. Sehingga tidak ada pihak yang melindungi hak para pekerja serta melakukan pendampingan. Menurutnya, jika serikat pekerja berfungsi dengan baik, maka persoalan PHK massal secara sepihak tidak akan terjadi.
Ia juga menambahkan bahwa FSPM tidak bisa mengatur mereka yang telah menyetujui keputusan PHK ini. Namun, FSPM akan terus mendukung mereka yang masih berjuang mempertahankan haknya.
"Kami tidak bisa melarang para pekerja yang bersepakat untuk menerima PHK karena itu keputusan hak pribadi. Tapi, bagi mereka yang masih ingin bertahan bekerja, itulah yang menjadi hal penting bagi kami di FSPM. Kami sebagai organisasi buruh di Bali, mendorong para pekerja bisa bertahan mempertahankan hak atas pekerjaan. Negara juga sudah menjamin warga negara berhak atas pekerjaan yang layak," ujarnya.
FSPM sebagai perwakilan dari para buruh memandang PHK merupakan sebuah kejahatan atas kemanusiaan. Karena keputusan PHK tidak hanya berdampak pada satu orang, tetapi juga berdampak pada seluruh anggota keluarganya.
Rai berharap ratusan pekerja Grand Inna Bali Beach yang masih memperjuangkan haknya dapat terus dibantu dan dikawal oleh I Nyoman Parta. Karena sejak awal Parta telah berjanji untuk pasang badan mengawal kasus ini.
Ia juga menambahkan bahwa ini merupakan persoalan bersama. Sehingga harus terus dikawal dan disikapi bersama agar tak terjadi permasalahan serupa di masa mendatang.
"Persoalan ini adalah masalah bersama dan harus disikapi bersama agar ke depannya tidak ada lagi pengusaha-pengusaha yang dalam tanda kutip menjadikan Semeton Bali sebagai tebu, habis manis sepah dibuang," ujarnya.
***
Artikel ini telah tayang di detikBali.
(ysn/fem)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol