Keturunan Suku Polahi dengan Tradisi Kawin Incest

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Keturunan Suku Polahi dengan Tradisi Kawin Incest

Tim detikcom - detikTravel
Sabtu, 03 Sep 2022 12:27 WIB
Perempuan warga suku Polahi berada di gubuk tempat mengamati lahan perkebunan mereka di tengah perbukitan dan hutan di Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
Foto: ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Jakarta -

Masyarakat Suku Polahi di Gorontalo memiliki tradisi yang tidak lazim, yakni melakukan perkawinan sedarah atau incest. Uniknya, keturunan masyarakat Polahi dari perkawinan sedarah tidak mengalami cacat.

Antropolog dari Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Yowan Tamu menjelaskan perkawinan sedarah ini dilakukan baik antar saudara, ibu dengan anak, maupun bapak dengan anak. Tradisi perkawinan sedarah ini terbangun di masyarakat Polahi ketika mereka mengasingkan diri di tengah hutan di gunung Boliyohuto.

"Incest itu, mereka (Polahi) tuh nikah sedarah, ya. Persilangannya bisa jadi ibu dengan anak atau bapak dengan anak," kata Yowan kepada detikSulsel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, menurut Yowan karena masih terbatasnya penelitian pada masyarakat Polahi, sehingga masih terdapat sejumlah misteri tentang tradisi perkawinan sedarah ini. Salah satunya, keturunan yang lahir normal tanpa cacat.

Secara ilmu medis perkawinan sedarah akan melahirkan anak yang cacat. Itu disebabkan anak dari hubungan sedarah akan memiliki keragaman genetik yang sangat minim dari DNA-nya sehingga meningkatkan peluang terjadinya penyakit genetik langka atau cacat.

ADVERTISEMENT

Uniknya, hal ini tidak terjadi pada masyarakat Polahi. Meski begitu, Yowan mengatakan belum ada penelitian yang menjelaskan fenomena tersebut sehingga masih menjadi tanda tanya hingga kini.

"Yang unik adalah hasil keturunan mereka tidak ada yang cacat. Mereka normal normal saja. Tidak seperti yang biasa ada di negara-negara lain. Kalau nikah sedarah pasti cacat kan, kalau di Polahi itu tidak ada (yang cacat)," kata Yowan.

Yowan mengatakan dari kacamata antropologi, mungkin saja suku Polahi memiliki ritual khusus dalam kehidupan mereka sehingga anak yang dilahirkan tetap normal. Salah satunya mengonsumsi tumbuhan di dalam hutan yang mungkin masyarakat luar belum mengetahui khasiatnya.

"Mungkin saja mereka memang ada ritual. Seperti mengonsumsi tumbuhan tertentu, kan mereka tinggal di jauh di dalam hutan, di gunung, jadi otomatis kan namanya di gunung pasti banyak tumbuhan-tumbuhan yang mungkin kita belum tau khasiatnya," kata Yowan.

Antropolog Sulit Lakukan Penelitian

Yowan mengaku penelitian masih sangat sulit dilakukan terhadap masyarakat Polahi, khususnya yang berada di bagian dalam hutan. Hal ini karena mereka masih sangat tertutup dari dunia luar termasuk pendatang.

Untuk mengunjungi masyarakat dari suku Polahi harus menggunakan pemandu yang sudah diterima oleh mereka. Sehingga sulit dilakukan penelitian mendalam.

"Mereka (masyarakat suku Polahi) tidak serta merta menerima orang asing. Karena bagi mereka orang asing itu adalah orang yang membahayakan. Jadi kalau ingin menemui mereka kita harus menggunakan guide (pemandu) yang memang mereka kenal," jelas Yowan.

"Jadi paling banyak tulisan riset tentang Polahi masih secara gambaran umum saja. Belum ada yang berani meneliti secara mendalam, apa lagi antropologi yang harus stay dalam waktu yang cukup lama," dia menambahkan.

Termasuk terkait tradisi perkawinan sedarah. Yowan mengakui belum ada penelitian mendalam membuktikan semua tanda tanya tentang perkawinan sedarah tersebut.

"Ada sejumlah penelitian yang menyebutkan perkawinan incest (perkawinan sedarah), tetapi untuk detailnya itu belum ada," kata Yowan.

Menurut dia, penelitian-penelitian tentang suku Polahi hanya dilakukan pada masyarakat terluar di kaki pegunungan. Sehingga tidak ada penelitian rinci pada masyarakat primitif di kelompok terdalam tentang pernikahan sedarah ini.




(fem/fem)

Hide Ads