Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapatkan gelar adat dari Kesultanan Buton. Sebuah kesultanan di Sulawesi Tenggara.
Gelar yang diberikan itu adalah La Ode Muhammad Joko Widodo Lakina Bhawaangi Nusantara.
"Iya, tadi diberikan (gelar kehormatan) jam 7.30 (Wita) tadi," ujar Panglima Kesultanan Buton Bagian Timur La Ode Muhammad Arsal saat dikonfirmasi, Selasa (27/9/2022).
Pelaksanaan penyerahan gelar adat Kesultanan Buton kepada Presiden Jokowi ini berlangsung di Baruga depan Masjid Agung Keraton Kesultanan Buton. Prosesi penyerahan gelar adat dilakukan oleh Sultan Buton La Ode Izzat Manafa.
"Gelar kehormatan adat ini berdasarkan hasil musyawarah Lembaga Adat Kesultanan Buton yang dilakukan kemarin malam (26/9)," kata La Ode Muhammad Arsal.
Penyerahan gelar adat ini diawali dengan pembacaan sinopsis dan arti dari gelar yang diberikan. Kemudian, prosesi penyerahan gelar dilakukan dengan menyematkan songko dan pemberian tongkat kelengkapan baju adat Buton.
"Lalu prosesi penyematan songko Tolomani dan penyerahan katuko dalam bahasa Indonesia tongkat yang menjadi kelengkapan adat. Tongkat itu simbol jabatan dari Kesultanan Buton," ujar La Ode Muhammad Arsal.
Penyerahan gelar adat Kesultanan Bone itu dilakukan di sela-sela kunjungan kerja Presiden Jokowi ke sejumlah daerah di Sulawesi Tenggara, termasuk di Kepulauan Buton. Di sana, Presiden Jokowi melakukan kegiatan di tiga kota, Kota Bau-bau, Kota Buton dan Kabupaten Buton Selatan.
Tentang Kesultanan Buton
Kesultanan Buton adalah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Baubau, Sulawesi Tenggara, antara abad ke-16 hingga abad ke-20. Bentuk pemerintahan kesultanan itu ditandai dengan masuknya agama Islam. Sebelumnya, Buton merupakan kerajaan.
Kesultanan Vuton meliputi seluruh wilayah Pulau Buton, sebagian wilayah Pulau Muna, serta beberapa pulau-pulau kecil yang ada di sekitar pulau Sulawesi.
Raja Mulae, yang merupakan Raja Buton kelima, menyampaikan keinginannya untuk mengubah ketatanegaraan yang awalnya berbentuk kerajaan menjadi kesultanan. Agama Islam dibawa oleh Syeikh Abdul Wahid. Dia ditugaskan untuk mengislamkan daerah Buton atas perintah gurunya Syekh lbnu Batutah yang pernah mengunjungi di Buton, saat itu Syeikh lbnu Batutah kembali dari Ternate menuju Jawa.
Syeikh Abdul Wahid yang telah ditetapkan sebagai penasehat/guru agama di kerajaan diutus oleh Raja untuk pergi ke Turki. Kepergian Syeikh Abdul Wahid ke Turki bermaksud untuk menyampaikan keinginan raja Buton pada Mufti Kerajaan Turki di Istanbul untuk menjadikan Buton kerajaan Islam yang berbentuk kesultanan.
Syeikh Abdul Wahid kemudian berangkat ke Turki. Dalam perjalanannya itu, dia meninggalkan Buton selama 15 tahun. Sekembalinya ke Buton, Raja Mulae rupanya telah wafat dan digantikan oleh menantunya Lakila-ponto yang merupakan raja keenam Kerajaan Buton.
Seiring berjalannya waktu, raja Lakila-ponto yang memerintah saat itu akhirnya memeluk Islam. Sesuai pesan Mufti kerajaan Islam di Istambul, pada tahun 1538 Raja Lakila-ponto dilantik sebagai sebagai Sultan I dengan gelar Sultan Muhammad Kaimuddin atau Sultan Marhum.
Hal ini yang kemudian menandai perubahan sistem pemerintahan dari kerajaan menjadi kesultanan. Sultan Marhum ini disebut sebagai raja terakhir sekaligus sultan pertama yang memerintah Kesultanan Buton. Sistem Monarki yang berlangsung kurang lebih dua abad diganti berdasarkan konstitusi Islam yang disebut Murtabat Tujuh.
Simak Video 'Jokowi Dapat Gelar Adat dari Kesultanan Buton, Ini Artinya':
(fem/fem)