Cerita Mantan Gemblak Sempat Dibully karena Menari Reog

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Cerita Mantan Gemblak Sempat Dibully karena Menari Reog

Putu Intan - detikTravel
Senin, 14 Nov 2022 18:15 WIB
Pelaku seni Reog Ponorogo Sudirman
Pegiat Reog Ponorogo Sudirman. Foto: Putu Intan/detikcom
Ponorogo -

Mantan gemblak membagikan kisah perjuangannya melestarikan Reog Ponorogo. Ia mengaku sempat mengalami perundungan di masa remaja karena bermain reog.

Sudirman bukan sosok asing dalam belantika Reog Ponorogo. Guru kesenian di SMPN 1 Jetis, Ponorogo itu dulunya aktif sebagai penari jathilan.

detikcom sempat bertemu dan berbincang secara langsung dengan Sudirman atau yang lebih akrab disapa Dirman, beberapa waktu lalu. Kendati usianya nyaris kepala 6, semangatnya dalam menari jathilan masih membara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu terlihat dari penampilannya menari jathilan secara langsung di hadapan kami. Gerakannya masih lincah dan gemulai, selaras dengan gaya tari jathilan yang merupakan sindiran kepada para prajurit yang nyalinya ciut berperang.

"Jathilan Ponorogo ditarikan dengan lemah gemulai, dengan lentur, dengan mengalun. Itu karena diceritakan bahwa tari jathilan sebagai bentuk sindiran prajurit Majapahit yang tidak memiliki sifat satria berani berperang. Sehingga disindir jathilan kok seperti banci, tentara kok seperti banci," kata Dirman.

ADVERTISEMENT
Pegiat Reog Ponorogo dan mantan gemblak, Sudirman.Pegiat Reog Ponorogo dan mantan gemblak, Sudirman. Foto: Putu Intan/detikcom

Kecintaan Dirman pada Reog Ponorogo sudah tumbuh sejak dini. Ini tak terlepas dari lingkungannya yang merupakan pelaku dan penikmat reog.

Saat remaja, Dirman juga pernah menjadi gemblak, sosok ABG tampan yang membantu warok. Ia menjadi gemblak selama 2 tahun. Pada saat itulah, Dirman mulai belajar menjadi jathil.

Menjadi bagian Reog Ponorogo, Dirman mengaku sempat dikucilkan oleh teman-temannya di sekolah. Pengalaman ini begitu membekas baginya.

"Saya sempat dibully," kata Dirman.

Ia dirundung karena saat itu teman-temannya banyak berasal dari kota dan tidak mengenal Reog Ponorogo. Meski dijauhi teman-temannya, Dirman tak patah arang. Ia justru semakin semangat menari.

"Ketika saya dibully, itu menjadi tantangan. Saya ingin membuktikan bahwa saya tidak seperti yang kamu duga. Saya tidak seperti yang kamu pikirkan. Akan saya buktikan," ucapnya tegas.

Dirman ingin, suatu saat reog dapat dinikmati semua kalangan, bukan hanya masyarakat desa seperti dirinya. Maka ia melakukan pelestarian reog melalui jalur pendidikan.

Sekitar tahun 1979, Dirman dan sejumlah murid Sekolah Pendidikan Guru diminta untuk menampilkan reog. Menurut Dirman, itulah momen reog dipentaskan di dunia pendidikan.

"Aku bisa menari reog bukan di kampung. Bukan di desa tapi ini aku di dunia formal, di dunia pendidikan, di instansi pemerintahan," ujarnya.

Dari situ, Dirman semakin percaya diri memperkenalkan reog. Ia bahkan bisa kuliah jurusan tari di IKIP Surabaya berkat reog karena ia membawakan tari jathilan saat tes masuk.

Singkat cerita, Dirman berhasil lulus hingga menjadi guru. Dirinya kemudian menyusun materi pembelajaran reog untuk anak-anak SD dan SMP.

"Saya kumpulkan teman-teman, difasilitasi dinas pendidikan, kami membuat acuan berupa kaset kuning dan buku kuning. Itu adalah bentuk standar pembakuan iringan tata busana Reog Ponorogo. Kami kemudian memberikan penataran guru-guru dari kecamatan lainnya," paparnya.

Mulai saat itu, reog semakin dikenal. Reog Ponorogo sendiri terus diajarkan di sekolah-sekolah sampai hari ini. Pelestariannya terbilang sistematis karena sudah dipelajari anak-anak sejak dini.

"Akhirnya reog diajarkan ke anak-anak SD dan SMP, dan mereka welcome. Berkembang banget di situ. Menjadi benar-benar reog didukung semua lapisan," kata Dirman.




(pin/ddn)

Hide Ads