Negara China, Jepang, dan Korea Selatan dibayangi masalah resesi seks. Para perempuan di sana ogah punya anak.
Belakangan ini resesi seks ramai diperbincangkan. Ini terutama menyangkut negara-negara di Asia Timur yang masyarakatnya mengalami perubahan gaya hidup, di mana mereka enggan memiliki anak atau hanya ingin memiliki sedikit anak.
Terjadinya perubahan gaya hidup ini tak dapat dilepaskan dari berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Dihimpun detikcom dari berbagai sumber, faktor finansial dan sosial budaya menjadi pemicu orang-orang, terutama perempuan, di sana enggan memiliki anak.
Salah satu mahasiswi Jepang di Tokyo bernama Nao Iwai mengungkapkan ia enggan punya anak setelah melihat kakaknya kesulitan mengurus anak. Ia takut menjadi ibu.
"Dulu saya pikir saya akan menikah pada usia 25 tahun dan jadi seorang ibu pada usia 27 tahun," katanya seperti dilansir dari The Guardian.
"Tetapi ketika saya melihat kakak perempuan tertua saya yang memiliki anak perempuan berusia dua tahun, saya takut punya anak," imbuhnya.
Iwa juga menjelaskan situasi rumah tangga orang Jepang. Bila perempuan memiliki anak, laki-laki atau suaminya akan bekerja sementara mereka harus beralih menjadi ibu rumah tangga.
"Saya hanya merasa kesulitan untuk membesarkan anak secara finansial, mental, dan fisik," kata dia.
Alasan serupa juga diungkapkan warga Korea Selatan bernama Yoo Yeung Yi. Ia telah berumah tangga namun bersama suaminya, mereka sepakat untuk tidak punya anak.
"Suami saya dan saya sangat menyukai bayi...tetapi ada hal-hal yang harus kami korbankan jika kami membesarkan anak-anak," kata Yeung Yi dikutip dari AP.
"Jadi ini menjadi masalah pilihan antara dua hal, dan kami sepakat untuk lebih fokus pada diri kami sendiri," ujarnya.
Senada dengan Yoo, Choi Jung Hee, perempuan kantoran yang baru menikah juga berencana tak punya anak. Menurutnya, hidup bahagia bersama sang suami saja sudah cukup.
"Kami menginginkan kehidupan yang menyenangkan bersama, dan sementara orang mengatakan memiliki anak dapat memberi kami kebahagiaan, itu juga berarti harus banyak menyerah," kata Jung Hee.
Sementara itu perempuan di negara tetangga mereka, China, juga sudah mulai memiliki pola pikir untuk tidak memiliki anak. Negara itu sempat mengalami kelebihan populasi hingga pemerintahnya membatasi setiap pasangan hanya boleh memiliki satu anak.
Tapi pada 2021, Partai Komunis China justru mendorong setiap pasangan punya 2-3 anak. Tujuannya untuk mendorong pertumbuhan populasi karena Negeri Tirai Bambu mulai mengalami penurunan angka kelahiran.
Namun para perempuan China agaknya tak menyambut kebijakan ini dengan antusias. Mereka malah ogah punya banyak anak. "Saya tidak bisa punya anak lagi. Membesarkan satu anak seperti membuang uang," kata seorang karyawan industri.
Kemudian, perempuan milenial bernama Qiu Xiaojia yang telah menikah selama 3 tahun membeberkan alasan realistis mengapa ia tak ingin punya anak. Lagi-lagi, soal finansial.
"Kami telah membeli rumah sekarang, dan pembayaran hipotek bulanan lebih tinggi dari gaji bulanan saya. Jadi dari mana uang untuk memiliki anak berasal? Saya bahkan tak mampu membiayai 1 anak, apalagi 3," ujarnya.
Baca juga: China Dihantui Resesi Seks, Kok Bisa? |
Simak Video "Video: Kepanikan Warga Rongjiang China saat Banjir Besar Melanda"
(pin/ddn)