Ternyata Lalin di Taiwan Bak Neraka, Lebih Parah dari Jakarta?

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Ternyata Lalin di Taiwan Bak Neraka, Lebih Parah dari Jakarta?

Ahmad Masaul Khoiri - detikTravel
Kamis, 08 Des 2022 17:12 WIB
Kota Taipei
Taipei (Foto: Getty Images/GoranQ)
Taipei -

Lalu lintas di Taiwan dianggap sebagai contoh neraka di kehidupan nyata. Seberapa parah keadaannya?

Sudah hampir dua bulan sejak Taiwan mencabut pembatasan masuknya dan mengakhiri karantina wajib. Itu memungkinkan turis internasional untuk membanjiri Taiwan lagi.

Sejak itu, pemerintah Taiwan mematok target untuk menarik 10 juta pengunjung internasional pada tahun 2025. Target itu untuk mengembalikan kehilangan pendapatan wisata di tengah pandemi Covid-19.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tetapi, ada masalah besar dan harus segera diatasi oleh Taiwan agar wisatawan internasional bisa datang lagi dan memiliki kesan oke. Para kritikus mengatakan Taiwan harus terlebih dahulu meningkatkan keselamatan jalannya, baik untuk pengemudi maupun pejalan kaki.

Pulau ini mungkin terkenal dengan masakan, pemandangan alam, dan keramahan, tetapi juga terkenal karena jalanannya yang berbahaya. Beberapa negara, termasuk Australia, Kanada, Jepang, dan AS, secara khusus menyebutkan kondisi jalan Taiwan.

ADVERTISEMENT

Yongkang Street, TaipeiYongkang Street, Taipei (Foto: Craig Ferguson/LightRocket/Getty Images)

"Waspadai banyaknya skuter dan sepeda motor yang masuk dan keluar dari lalu lintas. Berhati-hatilah saat menyeberang jalan karena banyak pengemudi tidak menghormati hak pejalan kaki," Departemen Luar Negeri AS memperingatkan.

Pemerintah Kanada lebih blak-blakan, yakni "Pengemudi sepeda motor dan skuter tidak menghormati undang-undang lalu lintas. Mereka sangat sembrono".

Keadaan trotoar

Sebuah halaman Facebook yang baru-baru ini viral di Taiwan menyebut bahwa, "Taiwan adalah neraka bagi pejalan kaki". Didirikan pada Desember 2021, halaman tersebut memiliki hampir 13.000 pengikut setahun kemudian.

Ray Yang adalah pendiri halaman tersebut. Ia kembali ke negara asalnya Taiwan setelah tinggal di Melbourne, Australia dan mengalami shock culture karena hampir ditabrak dan mendorongnya untuk memulai halaman tersebut.

"Kota-kota di Taiwan masalah besarnya sama, kurangnya trotoar untuk pejalan kaki," kata Yang.

Menurut statistik pemerintah, 42% jalan di perkotaan memiliki trotoar. Tapi, trotoar itu bisa sangat sempit, penuh dengan skuter dan mobil yang diparkir, diblokir oleh tiang lampu dan kotak trafo, dan bagian depan toko ditempati oleh tanaman atau papan nama.

Pejalan kaki kemudian sering dipaksa berjalan ke jalur mobil. Selain itu, beberapa trotoar pejalan kaki adalah tambal sulam dari teras, yang dikenal di Taiwan sebagai qilou, dibangun dari permukaan dan ketinggian yang berbeda.

Orang tua dengan bayi dan anak kecil terkadang harus membawa stroller dengan tangan saat melewatinya. Sementara pengguna kursi roda terpaksa zigzag keluar masuk jalur mobil dan jalan setapak karena terhalang.

"Di Taiwan, ada pepatah umum bahwa keramahan khas orang Taiwan menghilang begitu mereka berada di belakang kemudi," kata Profesor Cheng Tsu-Jui dari Universitas Nasional Cheng Kung Taiwan.

Selanjutnya, angka kematian di Taiwan sangat tinggi >>>

Love River KaohsiungLove River Kaohsiung (Foto: Masaul/detikTravel)

Ribuan korban laka di jalanan Taiwan

Tahun lalu, 2.962 orang tewas akibat insiden lalu lintas di Taiwan, yang berarti 12,67 kematian per 100.000 orang. Kira-kira, itu enam kali lebih tinggi dari Jepang dan lima kali lebih tinggi dari Inggris.

Media lokal Taiwan telah menciptakan istilah perang lalu lintas untuk menggambarkan kondisi lalu lintas mirip medan perang di pulau itu dan tingginya jumlah kematian di jalan raya.

Suasana pasar malam Liuhe Night Market TaiwanSuasana pasar malam Liuhe Night Market Taiwan (Foto: Wahyu Setyo Widodo/detikcom)

Ketika Taiwan mulai memodernisasi jalannya pada tahun 1960-an, Taiwan merujuk pedoman desain jalan dari AS, yang lebih memprioritaskan mobil daripada manusia. Namun, ketika negara lain mulai memasukkan kebutuhan pengguna rentan, yaitu pejalan kaki dan pesepeda, ke dalam rancangan jalan mereka, Taiwan telah tertinggal.

Di Taiwan ada segudang lembaga pemerintah yang memiliki yurisdiksi atas pembangunan dan pengelolaan jalan. Keberadaannya memperumit pembagian tanggung jawab dan menghambat upaya untuk mendorong perubahan.

Kurangnya transportasi umum di Taiwan juga membatasi pengembangan pariwisata di luar pusat utama di pulau tersebut. Karena tiada bus umum di beberapa daerah pedesaan.

Perbaikan

Selama bertahun-tahun, pemerintah Taiwan telah menyadari masalah keselamatan jalan di pulau itu. Mereka berusaha untuk mengatasinya terutama melalui kampanye sabuk pengaman dan pemakaian helm, ditambah tindakan keras terhadap pengemudi dalam keadaan mabuk.

Taiwan juga telah menerbitkan buku pegangan tentang praktik terbaik desain jalan terbaru dan telah membangun trotoar darurat, serta meningkatkan desain jalan di beberapa daerah.

Kebijakan pemerintah dan penambahan lebih banyak lampu lalu lintas dan kamera kecepatan juga dikritik para ahli. Karena, lokasinya dianggap tidak masuk akal dan strategi bertahap belumlah efektif.

Pengamat ingin pemerintah tak terlalu mengandalkan penegakan. Di sisi lain, fokus merancang infrastruktur jalan yang lebih baik dan meningkatkan pendidikan pengemudi adalah yang utama.

"Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan dalam meningkatkan keselamatan jalan Taiwan, dan pemerintah sedang bekerja menuju tujuan akhir yakni nol kematian di jalan," kata Huang Yun-Gui, sekretaris eksekutif Komisi Keselamatan Lalu Lintas Jalan Nasional Taiwan.


Hide Ads