China dan Jepang Dilanda Resesi Seks, Presiden Jokowi: RI Enggak

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

China dan Jepang Dilanda Resesi Seks, Presiden Jokowi: RI Enggak

Suci Risanti Rahmadania - detikTravel
Kamis, 26 Jan 2023 06:11 WIB
Jokowi bicara soal stunting
Presiden Joko Widodo (Foto: Vidya Pinandhita/detikHealth)
Jakarta -

Sejumlah negara Asia, termasuk Jepang dan China, mengalami resesi seks. Bagaimana dengan Indonesia?

China bahkan mencetak rekor terendah angka kelahiran sepanjang masa, yakni 1,8 pada tahun 2020. Data Biro Statistik nasional China mengungkapkan, pada akhir 2022, jumlah populasi di China turun 850 ribu dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu, Jepang yang kini berpopulasi 125 juta hanya memiliki kurang dari 800.000 kelahiran tahun lalu. Angka itu jauh lebih rendah ketimbang pada 1970-an, angkanya lebih dari dua juta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Presiden Joko Widodo mengungkapkan angka penduduk di Indonesia yang menikah dan hamil masih terbilang tinggi. Karena hal itu, Jokowi menegaskan Indonesia tak ada resesi seks.

ADVERTISEMENT

Ia juga mengatakan jumlah penduduk menjadi sebuah kekuatan ekonomi bagi suatu negara. Meskipun begitu, Jokowi menyebut paling penting adalah kualitas sumber daya manusia.

"Saya senang angka yang disampaikan dr Hasto pertumbuhan kita di angka 2,1 dan yang menikah 2 juta, yang hamil 4,8 juta. Artinya, di Indonesia nggak ada resesi seks. Masih tumbuh, 2,1 ini masih bagus," kata Jokowi dalam acara Rakernas Program Banggakencana dan Penurunan Stunting Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), Rabu (25/1/2023).

Di samping itu, kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyebut total fertility rate Indonesia mencapai angka 2,1 sebenarnya menjadi target pada 2024.

"Akan tetapi berbagai hasil pendataan dan juga survei menunjukkan bahwa hari ini angka itu sudah mendekati 2,1," ujar Hasto.

Menurut Hasto, angka itu memberikan kabar yang menyenangkan sekaligus mengkhawatirkan. Pasalnya, rata-rata perempuan hanya praktis melahirkan 1 anak perempuan.

"Sehingga, pas sekali bahwa satu perempuan meninggal dunia digantikan satu perempuan lahir. Sehingga, nanti akan berkesinambungan sustainability-nya terjaga, tetapi penduduk masih tambah karena kematiannya lebih rendah daripada pertambahannya," ujar dia.

***

Artikel ini sudah lebih dulu tayang di detikHealth. Selengkapnya klik di sini.




(fem/fem)

Hide Ads