Welcome d'travelers !

Ayo share cerita pengalaman dan upload photo album travelingmu di sini. Silakan Daftar atau

ADVERTISEMENT

Minggu, 29 Jan 2023 19:15 WIB

TRAVEL NEWS

Bandara Auckland Banjir Parah, Penumpang Curhat Terjebak Sampai 24 Jam

Putu Intan
detikTravel
Hujan deras mengakibatkan banjir di Kota Auckland, Selandia Baru, Jumat (27/1/2023) waktu setempat. Evakuasi warga pun dilakukan di kota tersebut.
Banjir di Auckland. Foto: MonteChristoNZ/via REUTERS
Jakarta -

Bandara Auckland di Selandia Baru dilanda banjir parah. Ini menyebabkan penerbangan tertunda, penumpang sampai menunggu lama.

Pengalaman tak mengenakkan itu salah satunya dialami remaja berusia 14 tahun bernama Ava Sycamore. Ava merupakan pemain tenis junior elit Federasi Tenis Internasional asal Australia yang hendak terbang dari Auckland ke Sydney.

Karena ingin pulang lebih awal dari pemain lainnya, Ava berangkat sendiri ke Bandara Auckland. Eh, apesnya, ketika ia hendak bertolak dari Auckland, bandara itu kebanjiran.

Mulanya, Ava dijadwalkan terbang dengan pesawat Qantas QF148 pada hari Jumat (27/1/2023). Pukul 18.15 waktu setempat, ia sudah berada di dalam pesawat. Namun karena banjir menutupi landasan pacu, pesawat tak bisa take off.

Ibu Ava, Renee, mengatakan putrinya sampai stres karena harus menunggu di dalam pesawat selama 7 jam. Untungnya, Ava berjumpa dengan sesama pemain junior lainnya dan ibunya yang bernama Susie Estephan dalam penerbangan itu.

Estephan mengatakan penumpang diberitahu pada jam 2 pagi bahwa kru telah kehabisan makanan dan air. Penumpang pun harus turun dari pesawat karena tidak akan berangkat.

Menurut laporan, penumpang diizinkan keluar dari pesawat untuk meregangkan kaki di garbarata. Hanya saja menurut Estephan, mereka dilepaskan ke terminal dan tidak ada staf yang memberi tahu mereka harus ke mana dan kapan penerbangan akan dilakukan. Mereka juga tidak dapat info mengenai bagasi mereka.

Setelah beberapa saat, Estephan dan kedua anaknya pergi ke lounge Qantas untuk mencoba tidur sampai keesokan paginya. Estephan dan putranya beruntung diizinkan untuk menemani Ava, yang terbang dengan kelas bisnis.

"Orang-orang tidur di lantai atau di mana pun mereka bisa, tapi saya tidak tidur sama sekali. Saya diliputi kecemasan tentang apa yang akan kami lakukan," kata Estephan dikutip dari news.com.au, Minggu (29/1/2023).

Kemudian pada pukul 11 siang, mereka disuruh keluar lagi dari terminal.

"Mereka (staf Qantas) mengatakan karena penerbangan kami dibatalkan, mereka tidak dapat mengakomodasi kami, tetapi itu berada di tengah keadaan darurat dan kami tidak punya tempat tujuan, tidak ada tas dan tidak ada yang memberi tahu kami apa yang terjadi," uajrnya.

Seorang pekerja bandara mengatakan kepada Estephan, tidak akan ada penerbangan sampai keesokan paginya (Minggu) karena cuaca dan mereka harus mencari hotel. Tetapi tidak ada hotel terdekat yang kamarnya tersedia.

"Saat itu jam 3 sore ketika kami akhirnya mendapat SMS dari Qantas yang mengatakan kami tidak akan terbang hari itu," kata Estephan.

"Kami sedang check-in ke hotel tepat saat kami mendapatkannya. Untungnya kami mendapatkan informasi orang dalam itu sebelumnya," ucapnya.

Baru akan bernapas lega, hal buruk rupanya masih berlanjut. Saat mereka naik ke tempat tidur untuk beristirahat pada pukul 18.30, Qantas mengirim sms yang mengatakan bahwa Qantas merilis bagasi penumpang dan mereka harus kembali ke bandara.

Setelah bertanya melalui kontak orang dalam, Estephan diberi tahu bahwa tas tersebut dapat disimpan di unit pelacakan bagasi. Estephan mengatakan dia akan menghargai arahan yang lebih jelas dan transparan dari saluran resmi.

"Tidak pernah ada orang yang memberi tahu kami kapan penerbangan akan dilanjutkan dan apakah kami harus tinggal di bandara," katanya.

"Saya tidak tidur selama 24 jam," imbuhnya.

Ibu Ava mengatakan dia memahami bencana alam terjadi secara tidak terduga dan gangguan tidak dapat dihindari.

"Saya mengerti mengapa mereka tidak bisa terbang dan mengutamakan keselamatan, dan dalam banyak hal mereka tidak dapat membantu situasi ini," katanya.

"Kami hanya ingin lebih banyak komunikasi... tidak hanya untuk Ava sebagai anak di bawah umur tetapi ada orang dengan bayi, orang tua, dan tidak ada yang tahu apa yang harus dilakukan," ucapnya.

Cuaca buruk ini memang mempengaruhi semua maskapai penerbangan dan diperkirakan berdampak pada 3.500 penumpang.



Simak Video "Korban Tewas Akibat Topan Gabrielle di Selandia Baru Jadi 11 Orang"
[Gambas:Video 20detik]
(pin/pin)
BERITA TERKAIT
BACA JUGA