Mengkhawatirkan! Jepang Resesi Seks, Krisis Populasi Makin Nyata

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Mengkhawatirkan! Jepang Resesi Seks, Krisis Populasi Makin Nyata

Syanti Mustika - detikTravel
Jumat, 03 Mar 2023 07:12 WIB
Ilustrasi pekerja Jepang
Ilustrasi orang Jepang (iStock)
Jakarta -

Statistik terbaru tentang angka kelahiran di Jepang sudah mengkhawatirkan. Jumlah kelahiran yang terdaftar anjlok ke rekor terendah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sepertinya usaha negara untuk 'membujuk' warganya mau punya anak tidak menunjukkan keberhasilan.

Dilansir dari CNN, Jumat (3/3/2023) menurut statistik yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan Jepang pada hari Selasa, Jepang mendapatkan 799.728 kelahiran pada tahun 2022, jumlah terendah dalam catatan dan penurunan pertama di bawah 800.000. Jumlah itu hampir setengahnya dalam 40 tahun terakhir dimana Jepang mencatat lebih dari 1,5 juta kelahiran pada tahun 1982.

Jepang juga melaporkan rekor tertinggi kematian pascaperang tahun lalu, lebih dari 1,58 juta. Menurut data pemerintah terbaru, populasi Jepang terus mengalami penurunan sejak ledakan tahun 1980-an dan mencapai 125,5 juta pada tahun 2021.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tingkat kesuburan Jepang pun juga rendah, hanya 1,3 dari level 2,1 yang dibutuhkan untuk populasi yang stabil.

Jepang dikenal sebagai negara yang warganya punya harapan hidup tinggi alias berumur panjang. Pada tahun 2020, hampir satu dari 1.500 orang di Jepang berusia 100 tahun atau lebih.

ADVERTISEMENT

Tren yang memprihatinkan ini memicu peringatan pada bulan Januari dari Perdana Menteri Fumio Kishida bahwa Jepang 'di ambang tidak dapat mempertahankan fungsi sosial'.

"Dalam memikirkan keberlanjutan dan inklusivitas ekonomi dan masyarakat bangsa kita, kami menempatkan dukungan pengasuhan anak sebagai kebijakan terpenting kami," kata Fumio.

Jepang tidak bisa menunggu lebih lama lagi dalam menyelesaikan masalah angka kelahirannya yang rendah," dia menambahkan.

Sebuah badan pemerintah baru akan dibentuk pada bulan April untuk fokus pada masalah ini. Kishida mengatakan pada Januari lalu bahwa dia ingin pemerintah menggandakan pengeluarannya untuk program yang berkaitan dengan anak.

Biaya hidup yang tinggi di Jepang

Uang saja mungkin tidak dapat menyelesaikan masalah multi-cabang ini karena berkaitan dengan berbagai faktor sosial yang berkontribusi terhadap rendahnya tingkat kelahiran.

Biaya hidup yang tinggi di Jepang, ruang yang terbatas, dan kurangnya dukungan pengasuhan anak di kota-kota membuat sulit untuk membesarkan anak, yang berarti semakin sedikit pasangan yang memiliki anak. Pasangan perkotaan juga seringkali jauh dari keluarga besar di daerah lain, yang bisa membantu memberikan dukungan.

Menurut penelitian dari lembaga keuangan Jefferies, pada tahun 2022, Jepang menduduki peringkat salah satu tempat termahal di dunia untuk membesarkan anak. Ditambah ekonomi negara telah terhenti sejak awal 1990-an, yang berarti upah rendah yang membuat putus asa dan sedikit pergerakan.

Daya tarik menikah di kalangan kaula muda Jepang telah berubah beberapa tahun terakhir. Banyak yang menunda pernikahan, salah satunya karena pandemi da kaum muda juga pesimis dengan masa depan. Bahkan kaula muda Jepang juga malas berkencan.




(sym/fem)

Hide Ads