Suku Anak Dalam (SAD) punya tradisi berburu dan meramu. Kendati zaman sudah moderen, kegiatan ini masih dilakukan.
Berburu dan meramu merupakan cara SAD mencukupi kebutuhan hidupnya. Berburu adalah cara menangkap hewan sementara meramu ialah kegiatan mengumpulkan tumbuh-tumbuhan.
Sebagaimana diketahui, SAD merupakan suku minoritas di Pulau Sumatra yang memiliki ikatan kuat dengan hutan. Tak hanya sebagai rumah, SAD yang menganut animisme percaya bahwa dewa mereka berada di sana. Maka tak heran, untuk mencari makanan pun, mereka sangat bergantung dengan mahkluk hidup yang ada di hutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
detikTravel sempat mengunjungi permukiman SAD yang berada di Kampung Kelukup, Dwi Karya Bhakti, Pelepat, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Di sini, SAD sudah lebih terbuka pada dunia luar. Mereka juga tinggal di rumah-rumah kayu alih-alin di pondok yang disebut sudung di dalam hutan.
Meskipun telah mengenal dunia modern, orang-orang Suku Anak Dalam di sini masih melakukan kegiatan berburu dan meramu. Hal itu disampaikan fasilitator lapangan Pundi Sumatra, Yori Sandi, ketika ditemui detikTravel pada medio Februari lalu.
"Kegiatan sehari-hari mereka masih berburu dan meramu sebagai mata pencaharian utama mereka," katanya.
![]() |
Yori menjelaskan, pekerjaan berburu dan meramu umumnya dilakukan kaum lelaki. Suku Anak Dalam biasanya berburu babi atau rusa. Hasilnya dibawa pulang untuk dimakan bersama keluarga.
Hanya saja saat ini, ada perubahan objek buruan yang dipilih SAD. Yori mengatakan, perbedaan itu dilandasi kepercayaan yang dianut kelompok SAD.
"Ada kelompok Temenggung Hari dan Temenggung Badai. Mereka beda keyakinan. Kalau kelompok Hari, mereka sudah Muslim jadi kegiatan berburu dan meramu lebih ke hasil hutan bukan kayu seperti rotan, jerenang, getah damar, buang jengkol, buah kabau itu sejenis petai. Kalau untuk binatang, mereka sudah jarang (berburu)," katanya.
Yori mengatakan, karena dalam Islam mengharamkan babi, orang-orang Suku Anak Dalam pernah beralih menjadi pemburu trenggiling dan landak. Namun hal tersebut juga dihentikan karena sudah mulai langka dan dilarang pula untuk diburu.
"Kalau kelompok Badai masih kepercayaan (animisme). Selain masih mencari hasil hutan, mereka masih berburu babi dan rusa," paparnya.
![]() |
Dengan kondisi hutan di Jambi yang semakin rusak, soal berburu hewan ini juga jadi tantangan tersendiri untuk orang SAD. Tak jarang mereka harus berjalan jauh untuk menemukan hewan buruan.
"Lokasi berburu sudah jauh. Kadang-kadang sampai keluar kabupaten dan provinsi kayak ke daerah Sumbar (Sumatra Barat). Saat ini, karena lokasi hutan sudah sempit dan hasilnya sedikit jadi mereka mencarinya jauh. Kadang butuh perjalanan 1-2 hari menuju lokasi perburuan," ujarnya.
Sementara itu, orang SAD juga punya cara lain untuk mendapatkan bahan makanan. Mereka juga bisa menangkap ikan di sungai. Untuk kegiatan ini, para perempuan juga tak kalah jago.
Kemudian dengan semakin terbukanya SAD dengan pengaruh luar, beberapa orang SAD juga beralih mencukupi kebutuhan hidupnya dengan berbisnis sawit. Yori memaparkan, orang Suku Anak Dalam juga memiliki lahan sawit.
"Tapi beberapa warga sebagian juga sudah mulai beralih ke perkebunan sawit. Mereka sudah punya lahan sendiri yang dibeli secara mandiri, mereka sebagai pemilik sudah menanam sawit," paparnya.
(pin/wsw)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol