Jam Gadang yang kita kenal sekarang begitu khas dengan atapnya yang bergaya Minangkabau. Namun tahukah kamu, atap ini berbeda dengan yang awal dibangun.
Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926. Kala itu, Bukittinggi masih bernama Fort de Kock yakni salah satu wilayah kolonial Hindia Bindia.
Pembangunan Jam Gadang sendiri dilakukan atas perintah Ratu Belanda Wilhelmina. Pembangunan dilakukan sebagai hadiah untuk sekretaris Fort de Kock yaitu Rook Maker.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mesin Jam Gadang ini dibuat orang Jerman bernama Benhard Vortmann. Sementara itu, arsitek yang bertugas adalah Yazid Rajo Mangkuto.
Pada saat itu, menara jam empat sisi itu dibangun dengan atap kubah kerucut. Kemudian pada puncaknya dihiasi patung ayam jantan yang menghadap ke timur. Gaya ini memang identik ditemukan di bangunan-bangunan Belanda.
Desain atap ini rupanya tak bertahan lama, sebab ketika Jepang datang menjajah Indonesia, atap Jam Gadang ikut berubah. Kubah itu diganti dengan pagoda tradisional Jepang. Bentuknya mirip dengan kuil-kuil yang menjadi ciri khas Jepang.
Kemudian memasuki masa kemerdekaan, atap Jam Gadang kembali berubah. Bagian puncaknya ditukar dengan atap bagonjeng atau atap rumah adat Minangkabau yaitu Rumah Gadang. Bentuk itu pun masih dipertahankan sampai saat ini.
Bila berwisata ke Bukittinggi, datang ke Jam Gadang agaknya menjadi kewajiban. Menara jam ini memang menjadi ikon sekaligus titik nol dari Kota Bukittinggi.
Selain berfoto dengan latar Jam Gadang, traveler juga dapat mengunjungi destinasi wisata di sekitarnya. Salah satunya adalah Pasa Ateh yang menjadi surga wisata belanja wisatawan. Di sana kamu dapat membeli kerajinan, garmen, dan kebutuhan lainnya.
(pin/fem)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan