Para induk (sebutan untuk ibu) Suku Anak Dalam (SAD) punya keahlian menganyam. Hasilnya dijual, jadi sumber penghasilan.
Perempuan SAD memang punya kewajiban mengerjakan tugas rumah tangga. Namun di luar kewajiban ini, mereka juga memiliki keterampilan membuat anyaman yang disebut lapik.
Lapik merupakan tikar yang terbuat dari daun rumbia. detikTravel bersama Toyota sempat menyaksikan para induk SAD membuat lapik di Kampung Kelupuk, Dwi Karya Bhakti, Pelepat, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi pada medio Februari lalu.
Di sana, hampir semua perempuan dapat membuat lapik. Hanya saja yang sudah ahli dan aktif memproduksi lapik ini ada sekitar 5-6 orang.
Lapik yang mereka buat seukuran sejadah yakni 60 x 125 sentimeter. Cara pembuatannya masih sederhana dan mengandalkan bahan-bahan yang ada di hutan.
Bahan dasarnya adalah daun rumbia. Kemudian untuk pewarnaan menggunakan kunyit dan buah jernang. Kunyit digunakan untuk mendapatkan warna kuning sedangkan buah jernang digunakan untuk mendapatkan warna merah.
Proses membuat lapik dimulai dari pagi hari ketika para induk mengambil daun rotan dari pohonnya. Lalu sekitar pukul 9 atau 10 pagi, dilakukan proses penjemuran. Setelah itu dilakukan proses pewarnaan.
Proses pewarnaan ini juga berbeda tergantung warna yang diinginkan. Misalnya untuk mendapatkan warna kuning, daun rumbia kering itu direbus bersama kunyit. Sementara untuk mendapatkan warna merah, buah jernang harus dibakar lalu dioleskan ke atas daun.
Setelah semua proses tadi dilalui, barulah pada malam hari dilakukan penganyaman. Karena pembuatannya yang masih sederhana, dibutuhkan waktu sekitar 2 hari untuk menghasilkan sebuah lapik.
Selembar lapik polos dihargai Rp 60 ribu. Sementara untuk lapik yang diwarnai, dibanderol Rp 85 ribu.
Fasilitator lapangan Pundi Sumatra, Yori Sandi, menjelaskan saat ini lapik buatan SAD sudah terkenal di Jambi. Setiap bulan, ada saja pesanan yang harus dikerjakan induk-induk SAD ini.
"Rata-rata per bulan membuat sekitar 10-15 lembar. Omzetnya bisa mencapai Rp 750 ribu sampai Rp 1 juta," katanya.
Pemasaran lapik SAD ini dilakukan bekerjasama dengan home industry di Jambi. Ada juga yang dijual di toko buku Gramedia.
"Kita juga mengusahakan masuk ke Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah)," ujarnya.
Yori mengakui, promosi menjadi tantangan dari kerajinan lapik SAD ini. Pemasaran masih di Jambi dan pernah juga sampai ke Jakarta ketika ada pameran. Sementara untuk daerah lain belum terjangkau.
"Tantangannya, kita mengusahakan untuk lebih mempromosikan. Apalagi ini produk khas Suku Anak Dalam. Prosesnya masih alami, buatan tangan," kata dia.
Simak Video "Video: Guru di Jambi Minta Maaf Seusai Viralkan Jembatan Rusak "
(pin/fem)