Sebagai suku minoritas di Sumatra, kehidupan Suku Anak Dalam memang jarang terekspos. Suku ini rupanya punya cara hidup yang unik.
detikTravel berkesempatan untuk singgah semalam di kampung Suku Anak Dalam (SAD) yang terletak di Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Di sana, kami didampingi dua orang fasilitator lapangan dari Pundi Sumatra yakni Yori Sandi dan Muhammad Aziimi.
Dengan panduan dari keduanya, detikTravel mencoba mengenal dan menggali kehidupan SAD yang selama ini dikenal misterius. Rupanya, orang-orang SAD punya tradisi dan nilai hidup unik yang tetap dipertahankan di masa moderen ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut 9 fakta SAD yang dikumpulkan detikTravel:
1. Tinggal nomaden di hutan atau menetap di kampung
![]() |
Mayoritas orang-orang SAD masih menjalani kehidupan nomaden alias berpindah-pindah di hutan. Hal itu tidak terlepas dari kepercayaan mereka akan dewa-dewa yang hidup di hutan. Selain itu, mereka juga hidup bergantung dari hasil hutan.
Akan tetapi seiring berkembangnya zaman, ada juga kelompok SAD yang hidup menetap di perkampungan. Seperti halnya SAD yang kami datangi, tinggal di Kampung Kelukup.
Di sini, ada 60 rumah yang terbuat dari kayu yang menjadi tempat tinggal 44 KK. Meskipun sudah tinggal di rumah, mereka sesekali masih pergi ke hutan untuk menjumpai saudara, berburu, dan meramu.
2. Masih berburu dan meramu
Berburu dan meramu merupakan cara SAD mencukupi kebutuhan hidupnya. Berburu adalah cara menangkap hewan sementara meramu ialah kegiatan mengumpulkan tumbuh-tumbuhan.
Kegiatan berburu biasanya dilakukan kaum lelaki. Hewan yang diburu adalah babi dan rusa. Hanya saja bagi SAD yang memeluk Islam, mereka akan mencari hewan selain babi.
Sementara itu untuk kegiatan meramu, SAD akan mengambil tumbuhan hasil hutan bukan rotan seperti jernang, getah damar, buah jengkol, dan lain-lain.
3. Menangkap ikan dengan tangan kosong
![]() |
Menangkap ikan merupakan bagian dari kegiatan berburu dan meramu yang dilakukan SAD untuk mencukupi kebutuhan pangan. Orang SAD terbiasa menangkap ikan dengan tangan kosong atau biasa disebut ngakop ikan.
Cara ngakop ikan ini sudah diajarkan secara turun-temurun. Biasanya para wanita akan melakukan ini untuk membantu mencukupi makanan di keluarga.
Selain langsung ditangkap, orang SAD juga punya cara lain untuk mengumpulkan ikan. Biasanya cara ini dilakukan di kanal kecil yang lebarnya sekitar 1 meter saja. Mereka akan menggunakan akar tuba untuk membuat ikan pusing sehingga mudah ditangkap.
4. Perempuan SAD pandai menganyam
![]() |
Para perempuan SAD pandai membuat anyaman tikar yang disebut lapik. Lapik yang mereka buat seukuran sejadah yakni 60 x 125 sentimeter. Cara pembuatannya masih sederhana dan mengandalkan bahan-bahan yang ada di hutan yakni daun rumbia, buah jernang dan kunyit.
Proses membuat lapik dimulai dari pagi hari ketika para induk mengambil daun rumbia dari pohonnya. Lalu sekitar pukul 9 atau 10 pagi, dilakukan proses penjemuran. Setelah itu dilakukan proses pewarnaan.
Proses pewarnaan ini juga berbeda tergantung warna yang diinginkan. Misalnya untuk mendapatkan warna kuning, daun rumbia kering itu direbus bersama kunyit. Sementara untuk mendapatkan warna merah, buah jernang harus dibakar lalu dioleskan ke atas daun.
Setelah semua proses tadi dilalui, barulah pada malam hari dilakukan penganyaman. Karena pembuatannya yang masih sederhana, dibutuhkan waktu sekitar 2 hari untuk menghasilkan sebuah lapik.
Selembar lapik polos dihargai Rp 60 ribu. Sementara untuk lapik yang diwarnai, dibanderol Rp 85 ribu.
5. Menjunjung perempuan
![]() |
SAD sering mendahulukan perempuan dalam segala urusan. Misalnya ketika laki-laki selesai berburu dan meramu, hasil tangkapannya akan diberikan untuk perempuan terlebih dahulu.
Tak hanya hasil buruan, uang hasil penjualan barang buruan dan meramu yang dilakukan para lelaki juga harus diberikan kepada perempuan. Perempuan pun punya kuasa untuk mengatur keuangan keluarga.
Selain itu, keuntungan lain yang dimiliki perempuan SAD adalah mendapatkan lebih banyak harta warisan.
Karena perempuan dianggap begitu berharga, SAD punya kebiasaan untuk tidak mengekspos kaum perempuan dalam kelompoknya. Hal ini terutama masih berlaku bagi SAD yang tinggal di hutan.
6. Restu paman dan lolos sayembara sebelum menikah
Salah satu tradisi SAD yang sampai sekarang masih dipegang teguh terkait dengan pernikahan. Sebelum menikah, lelaki SAD akan meminta izin pada keluarga perempuan untuk meminangnya. Namun bukannya orang tua pihak perempuan yang akan memberikan lampu hijau, justru paman dari keluarga perempuan yang akan mengambil keputusan.
Sebelum dapat meminang gadis pujaan hati, lelaki SAD juga akan dites kemampuannya. Mereka bahkan diminta untuk tinggal bersama keluarga calon istri dengan tujuan agar keluarga mengenal laki-laki itu dan dilatih hidup sebagai suami.
Jika ada lebih dari satu laki-laki yang ingin meminang gadis SAD, akan dilakukan sayembara. Bentuknya berupa perlombaan untuk adu kekuatan dan kecerdasan.
7. SAD juga punya tradisi healing
SAD memiliki cara sendiri untuk menyembuhkan kesedihan setelah anggota keluarga meninggal. Mereka akan pergi jauh atau disebut melangun.
SAD akan berjalan kaki melintasi hutan, kota, hingga provinsi sampai kesedihan mereka sirna. Untuk waktunya sendiri tak dapat dipastikan, tergantung seberapa lama mereka dapat menghilangkan rasa sedih. Dalam sejumlah kasus, ada juga yang melangun hingga bertahun-tahun.
8. Punya tarian magis
![]() |
Tari Bedeti merupakan tuturan berisi doa yang dipanjatkan SAD kepada Sang Pencipta. Setidaknya terdapat 3 jenis Tari Bedeti yaitu Tari Bedeti Mandi Anak, Tari Bedeti Pernikahan dan Tari Bedeti Persembahan.
9. SAD juga sekolah
![]() |
Hidup sebagai SAD penuh dengan tantangan di era moderen ini. Kerusakan hutan dan lahan yang menyempit, membuat mereka kehilangan tempat tinggal. Belum lagi hasil hutan yang kian sedikit membuat mereka kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidup dengan cara menjual hasil hutan tersebut.
Sudah hasilnya sedikit, SAD juga kerap ditipu para tengkulak. SAD menjadi sasaran empuk penipuan karena mereka tak bisa baca, tulis, dan hitung.
Untuk memperbaiki keadaan, anak-anak SAD disekolahkan. Setelah SAD mulai mengenal sekolah, kehidupan mereka membaik. Mereka dapat melaksanakan kegiatan jual beli dengan lebih baik.
Artikel tentang Suku Anak Dalam lainnya bisa disimak di sini:
Baca juga: Magis! Tari Bedeti Suku Anak Dalam |
(pin/fem)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol