Sate Blora cukup terkenal di berbagai daerah, terutama di ibu kota Jakarta. Di tempat asalnya, ada beberapa budaya makan sate yang mulai ditinggalkan.
Jadi, setidaknya ada dua kebiasaan yang menjadi budaya makan sate Blora. Pertama adalah kebiasaan makan sate di depan tungku pembakaran yang mulai menghilang.
Sate memang identik dengan asap saat pembuatannya. Saking banyaknya asap yang dihasilkan, traveler saat ini makin sedikit yang kurang menyukainya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mungkin mereka tidak ingin baju mereka jadi bau sate. Jadi, yang lain mencari yang tempat makan kekinian, misal bisa ke dapurnya langsung buat ngambil makanannya, kalau di sini malah nggak begitu," kata Heri (45).
Ia yang berjualan di area pusat kuliner di Koplakan Blora dengan jualan utamanya adalah aneka sate, tongseng hingga soto.
"Jadi mereka yang datang beli sate atau yang lain malah duduk jauh-jauh dari tungku. Jadi kebiasaan yang dulu pengen deket sama penjual yang lagi bakar sate malah sekarang ditinggalkan," kata dia.
![]() |
Karena yang demikian, kini Heri tak lagi memasang dua tungku pembakar sate. Satu pembakar yang lain ditaruh di rumah, sebagai cadangan, dan dinyalakan saat pelanggan membeludak.
Budaya kedua makan sate Blora yang mulai ditinggalkan cara memesannya. Dahulu, traveler lebih suka makan sate secara terus menerus dan harga dihitung dari tusuk bekas satenya.
Di sini, traveler akan terus diberi sate yang selesai dibakar. Biasanya, mereka yang duduk di depan tungku yang bisa merasakan sensasi itu. Sate akan terus menerus dihidangkan saat sudah matang.
Tentu keadaan itu bisa dirasakan di kala warung sate itu dalam keadaan normal atau agak sepi. Namun kini, sudah jarang traveler yang memesan seperti demikian dan lebih memilih paket 10 tusuk atau jumlah yang lainnya.
"Kalau dulu kan biasa begitu, belum habis kita kasih lagi dan lagi. Sekarang mereka memesan paketan, bahkan ada yang tidak habis meski hanya memesan 10 tusuk saja," kata Heri.
"Sebenarnya lebih bagus memesan paketan. Karena kesegaran sate yang dibakar lebih bisa dijamin dibanding yang diberi terus menerus," kata dia lagi.
Perlu dicatat bahwa harga sate di pusat kuliner Koplakan Blora sudah sesuai dengan kesepakatan paguyuban. Jadi, tidak ada getok harga di sini.
(msl/fem)
Komentar Terbanyak
Layangan di Bandara Soetta, Pesawat Terpaksa Muter-muter sampai Divert!
Bandara Kertajati Sepi, Waktu Tempuh 1,5 Jam dari Bandung Jadi Biang Kerok?
Menpar Widiyanti Disentil soal Pacu Jalur, Dinilai Tak Peka Momentum Untungkan RI