Usaha pengeboran minyak mantan presiden Donald Trump di hutan lindung terbesar Amerika Serikat (AS) di Alaska tidak terlaksana. Presiden Joe Biden membatalkannya.
Dilansir dari BBC, Jumat (8/9/2023), hutan belantara seluas 13 juta hektar itu tidak boleh dirusak oleh aktivitas tambang. Sebelumnya, area itu, saat masih dipimpin oleh Trump, disewa untuk industri minyak dan gas. Pengeboran itu diperkirakan senilai USD 8 miliar. Diperkirakan terdapat 11 miliar barel minyak di sana.
Di kawasan itu pula adalah habitat beruang grizzly, beruang kutub, karibu, dan burung migran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mempunyai tanggung jawab untuk melindungi kawasan berharga ini untuk segala usia," kata Biden.
![]() |
Keputusan Biden pun otomatis akan melindungi Suaka Margasatwa Nasional Arktik dan menghormati budaya, sejarah, serta kearifan abadi penduduk asli Alaska yang tinggal di wilayah ini sejak dulu kala.
Keputusan tersebut menuai pujian dari beberapa warga suku setempat. Pemerintah Desa Arktik dan Suku Venetie mengatakan itu merupakan langkah signifikan menuju perlindungan yang tepat dan bermakna atas tanah yang sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat kita sekarang dan di masa depan.
Namun anggota Partai Republik di negara bagian tersebut mengatakan langkah tersebut akan merugikan kelompok penduduk asli Alaska yang mungkin akan mendapat manfaat ekonomi dari proyek pengeboran tersebut.
"Pejabat pemerintahan Biden senang berbicara tentang kesetaraan ras, keadilan rasial, keadilan lingkungan, kepedulian terhadap orang kulit berwarna, tetapi ada satu pengecualian besar, masyarakat adat Alaska. Mereka mengacaukannya setiap saat," kata Senator Alaska Dan Sullivan mengatakan di US Capitol di Washington DC
Menteri Dalam Negeri Deb Haaland berargumen bahwa keputusan ini akan melindungi lanskap sensitif yang terkena dampak perubahan iklim secara tidak proporsional. Aktivitas itu menyebabkan suhu di Arktik meningkat dua hingga empat kali lebih cepat dibandingkan wilayah lain di planet ini.
Namun pembatalan sewa juga dapat menimbulkan risiko politik seiring dengan meningkatnya harga minyak AS.
Salah satu kelompok industri mengatakan hal ini merupakan kemunduran bagi kemandirian energi AS karena Rusia mendapat keuntungan dari penjualan minyak mentah untuk mendanai perangnya di Ukraina.
Baca juga: Daftar Maskapai yang Paling Sadar Lingkungan |
Simak juga 'Joe Biden Kecewa XI Jinping Tak Hadir KTT G20 di India':
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol