Wabah kutu busuk melanda Paris dan kota-kota Prancis lainnya. Situasi itu diprediksi mengancam kesehatan dan kenyamanan penyelenggaraan Olimpiade pertengahan 2024.
Dari penelusuran BBC, Jumat (6/10/2023), fenomena yang digambarkan secara luas oleh media Perancis sebagiannya benar dan di bagian lain tidak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Munculnya kutu busuk yang tidak terkendali itu memicu gelombang insektofobia atau ketakutan terhadap kutu busuk. Faktanya, memang jumlah penampakan kutu busuk telah meningkat selama beberapa minggu terakhir. Tren peningkatan tersebut terjadi beberapa tahun yang lalu.
"Setiap akhir musim panas kita melihat peningkatan jumlah kutu busuk yang besar," kata Jean-Michel Berenger, ahli entomologi di rumah sakit utama Marseille dan pakar les punaises terkemuka di Prancis.
"Itu karena orang-orang bepergian sepanjang Juli dan Agustus dan mereka membawanya kembali ke dalam bagasi," kata dia.
"Dan setiap tahun, peningkatan musiman lebih besar dibandingkan tahun lalu," dia menambahkan.
Kutu busuk dilaporkan terlihat di bioskop belum terbukti, namun ditanggapi dengan serius. Demikian pula klaim bahwa orang-orang telah digigit kutu busuk di kereta.
Saat ini Balai Kota Paris dan pemerintahan Presiden Emmanuel Macron bertekad memerangi kutu busuk itu. Sebab, mereka perlu melindungi citra Paris menjelang Olimpiade 2024
Cerita-cerita menakutkan tersebar luas di internet dengan sangat cepat. Sehingga, keadaan itu mengubah apa yang dulunya hanya berita biasa di surat kabar menjadi keadaan darurat nasional.
Pemilik bioskop yang sudah khawatir dengan menurunnya jumlah penonton sangat ketakutan ketika beredar video yang menunjukkan tungau tak dikenal di kursi.
Orang-orang di metro sudah mulai memeriksa jok mereka. Beberapa lebih memilih untuk berdiri.
Fakta kutu busuk
Faktanya adalah kutu busuk mulai muncul kembali, dan mungkin sudah terjadi selama 20 atau 30 tahun. Namun hal ini tidak hanya terjadi di Prancis saja, tapi di semua tempat.
Ada beberapa faktor penyebab. Globalisasi, perdagangan peti kemas, pariwisata dan imigrasi adalah yang paling penting.
Perubahan iklim dapat dikesampingkan. Kutu busuk yakni Cimex lectularius adalah makhluk peliharaan. Ia pergi ke mana pun manusia pergi. Cuaca tidak mempengaruhinya.
Setelah Perang Dunia Kedua, kutu busuk berkurang jumlahnya secara besar-besaran karena meluasnya penggunaan insektisida DDT. Namun selama bertahun-tahun, DDT dan banyak bahan kimia lainnya telah dilarang karena dampaknya terhadap manusia.
Mereka yang selamat dari serangan DDT adalah nenek moyang dari ras yang ada saat ini, yang sebagai hasilnya jauh lebih tahan terhadap DDT.
Faktor ketiga mungkin adalah menurunnya jumlah kecoa, sebagian besar disebabkan oleh kebersihan rumah. Kecoa adalah predator kutu busuk.
Kutu busuk memang merupakan ancaman, namun bahayanya lebih bersifat psikologis daripada fisik. Cimex lectularis mungkin menjijikkan, tetapi sejauh yang diketahui ia tidak dapat menularkan penyakit. Gigitannya menjijikkan, tapi tidak bertahan lama.
(msl/fem)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan