Gunung Padang masih menyimpan teka-teki hingga kini. Salah satu yang belum terjawab adalah soal pembuatan yang dinilai rumit dan dinilai sebagai wujud gotong royong.
Gunung Padang terdiri dari sebuah bukit dengan ratusan batu columnar joint. Batuan tersebut berukuran variatif, namun dengan rata-rata sepanjang dua meter dan memiliki bentuk segi lima.
Batuan columnar joint di Gunung Padang tersebar baik di sekitar area situs hingga ke puncaknya baik di undakan pertama hingga undakan ke lima. Bagi masyarakat awam maupun peneliti, proses pembuatan ini masih menjadi misteri. Itu karena Gunung Padang memiliki tinggi sekitar 885 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan pastinya menyusun batuan hingga ke puncak menjadi sesuatu yang cukup sulit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, hal menarik lainnya dari situs ini adalah kendati merupakan situs yang besar, tetapi pembangunannya dilakukan oleh masyarakat dengan jumlah yang tidak banyak.
"Yang berguna sekarang di Gunung Padang itu adalah punden berundaknya itu sendiri. Punden Berundak itu dibangun pada masa prasejarah, dibangun oleh kelompok masyarakat yang sedikit, itu beberapa teori dalam artikel yang disampaikan, itu kelompok masyarakatnya hanya sekitar 75-100 orang," ujar Peneliti Ahli Utama Bidang Arkeologi BRIN, Dr. Lutfi Yondri. M.Hum kepada detikcom di Bandung, Minggu (29/10/2023).
Ia juga menjelaskan bahwa dari jumlah masyarakat tersebut terbagi lagi menjadi kaum laki-laki dan perempuan, dewasa dan anak muda, sehingga tidak semua turut menjadi bagian pembuatan situs. Sehingga, diprediksi jumlah masyarakat yang membangunnya lebih sedikit lagi.
Lutfi menyebut bahwa membangun situs sebesar ini dengan jumlah pekerja yang sedikit bukan sesuatu yang mudah. Ia memprediksi bahwa peran pemimpin saat itu menjadi penting dalam kesuksesan situs ini.
"Dengan jumlah mereka yang sedikit, bisa menyusun balok batu yang ribuan itu, pasti pemimpinnya sangat luar biasa pada masa lalu. Tidak mungkin pemimpin yang berkuasa penuh yang semena-mena memerintahkan masyarakatnya. Karena lintasan waktunya cukup banyak, tadi saya sampaikan, tiga generasi," kata dia.
"Pasti pemimpinnya karismatik. Kemudian masyarakatnya pasti kompak, karena balok-balok batu itu berat. Kalau dia tidak kompak, memindahkan balok batu dari teras 1 sampai ke teras 5 itu tidak mungkin terbangun," dia menambahkan.
Seiring dengan itu, Lutfi menyebut, Gunung Padang juga bisa menjadi wujud dari gotong royong masyarakat Indonesia sejak zaman dulu, khususnya bagi masyarakat yang membangunnya. Makanya, pembangunan Gunung Padang itu bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia era kini maupun masyarakat dunia.
"Kemudian gotong-royongnya, kemudian semangat mereka bersama dalam keagamaan mereka. Itu faktor-faktor yang luar biasa, yang saya katakan itu merupakan nilai luhur dari nenek moyang kita di dataran Sunda, buat dunia, tidak hanya buat Indonesia, inilah ekspresi bagaimana sebenarnya masyarakat kita yang ada di Nusantara itu pemimpin yang baik, masyarakat yang kompak yang bersatu padu, itulah warna Indonesia yang diwakili oleh Gunung Padang itu," kata dia.
(wkn/fem)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol