Samsara Living Museum merupakan museum yang mengisahkan siklus hidup orang Bali. Termasuk di dalamnya mengajak peduli lingkungan, seperti apa?
Bukan museum biasa, Samsara Living Museum memiliki konsep unik dan berbeda dari museum pada umumnya. Samsara Living Museum mempersembahkan suatu konsep yang merekonstruksi siklus kelahiran dan kematian manusia Bali yang dibingkai melalui ritual.
Tak hanya berfokus sebagai destinasi wisata saja, Bagus Wisnawa, bidang operasional di Samsara Living Museum, menjelaskan bahwa Samsara Living Museum juga berfokus pada pengembangan beberapa bidang, salah satunya lingkungan.
"Di bidang lingkungan, Samsara sebagai tempat edukasi, konservasi, dan preservasi," kata Bagus Wisnawa.
Langkah pertama dalam bidang lingkungan, Samsara Living Museum melakukan penggalian dan pembacaan terhadap pusaka-pusaka lontar untuk menelaah makna pada masing-masing lontar.
Kedua, Samsara Living Museum berkomitmen untuk melakukan konservasi terhadap 150 jenis tanaman yang sering digunakan sebagai sarana upacara di Bali. Tak hanya melakukan konservasi, Bagus Wisnawa juga menyebut pihaknya akan berbagi pada masyarakat Bali yang memang membutuhkan tanaman upakara yang ada di Samsara Living Museum.
"Nanti saat masyarakat sekitar membutuhkan bisa datang ke Samsara. Kalau ada di Samsara, nanti akan kami berikan dengan jumlah yang secukupnya. Itu nggak bayar, kami dedikasikan untuk ngayah atau sharing. Bisa chat di Whatsapp, nanti kita setujui kalau kondisi tumbuhan memungkinkan," kata Bagus Wisnawa.
Yang tak kalah keren adalah museum ini memiliki sekolah TK dengan konsep alam. Bernama Trihita Alam Eco School. Sekolah ini mengajarkan dan membentuk pengetahuan tentang Tri Hita Karana sejak dini. Sekolah ini gratis dan dikhususkan bagi siswa yang kurang mampu.
Guna mendukung lingkungan, Bagus Wisnawa menyebut pihak Samsara Living museum selalu berusaha memenuhi segala jenis material dari lingkungan sekitar. Ia juga menyebut selalu mengoptimalkan penggunaan material yang dihasilkan di desa sekitar.
"Alasannya karena tidak akan menimbulkan karbon footprint. Kalau dia jauh akan terjadi mobilitas sehingga ada polusi. Kami juga mengoptimalkan penggunaan material di daerah kami. Seperti batu-batu vulkanis, pagar dari pelepah salak, dan bambu," kata Bagus Wisnawa.
Sebagai bentuk penerapan Tri Hita Karana, Samsara Living Museum juga selalu memperingati beberapa hari raya, seperti tumpek wariga dan tumpek kendang.
Simak Video "Menikmati Makan Malam dan Minuman Buah di Ling Lings Resto Bali"
(fem/fem)