Sri Mulyati dan ibu-ibu di Jagakarsa ini masih tidak percaya bisa menggenggam uang puluhan juta dalam sebulan. Berkat kembang goyang.
Cetakan semen mahkota bunga dengan ukuran besar di dinding rumah di dalam gang tidak jauh dari flyover Tapal Kuda Tanjung Barat dan Lenteng Agung, Lenteng Agung, Pasar Minggu, Jakarta Selatan membuat kediaman Sri mudah ditemukan. Selain itu, ada etalase dan baliho bertuliskan Kampoeng Kembang Goyang Lentera kian mudah untuk menemukannya.
"Ini dapurnya. Di sini kami memproduksi kembang goyang setiap hari. Ada juga peyek kembang goyang dan akar kelapa. Semuanya jajanan khas Betawi, khas Jakarta," kata Sri dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (8/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri kemudian mengajak masuk ke dapur. Ruangan tidak sempit dan relatif lowong. Satu kompor masih menyala. Di atasnya duduk wajan besar dengan minyak jernih melimpah dan peyek kembang goyang mengapung. Di sebelahnya, ada baskom adonan peyek dan baskom lain berisi kacang tanah.
Di dekat kompor itu juga ada dua toples besar. Satu berisi peyek, satu lainnya lagi berisi kembang goyang. Satu manis, satu asin.
Di tembok yang berlawanan dengan pintu masuk terdapat wajan-wajan besar menggantung. Jumlahnya lima. Satu wajan, yang juga berukuran besar, tengkurap di lantai. Dua wajan lain juga tengkurap, tetapi ada di atas rak di pojok lain dapur yang didominasi warna merah muda itu.
"Wajan-wajan itu dari BRI. BRI membantu barang-barang kebutuhan usaha. Kompor ini juga dari BRI," ujar perempuan 53 tahun itu.
Bukan hanya wajan-wajan besar dan kompor, Sri bilang, Bank BRI secara konsisten memberikan dukungan buat Sri dan anggota lain Kampoeng Kembang Goyang di RT 10/RW 02 Kelurahan Lenteng Agung itu. Ya, Sri tidak sendirian sebagai penerima bantuan BRI. Dia bersama sembilan ibu lain di RW yang sama merupakan anggota klaster Kampoeng Kembang Goyang binaan BRI.
![]() |
Bahkan, belakangan Sri menerima Kredit Usaha Mikro (KUR) Bank BRI. Dia optimistis KUR itu bisa mendongkrak usahanya.
Sri sejatinya tidak langsung menerima KUR BRI. Pada 2019, saat pertama menjadi binaan BRI, Sri justru menolak tawaran KUR BRI. Dia bernegosiasi untuk mendapatkan pelatihan.
"Waktu itu saya cuma berpikir, kalau bisa mendapatkan pelatihan dari Bank BRI manfaatnya akan lebih awet, tetapi kalau pinjaman uang takut langsung habis," ujar Sri mengenang perbincangan pertama dengan BRI.
Selain itu, Sri meminta bantuan untuk mendapatkan pelatihan memasarkan produk. Saat itu, popularitas kembang goyang boleh dibilang redup. Sulit untuk dipasarkan. Sri ingat betul, dia mengangkut seplastik besar kembang goyang ke Blok M, tetapi sehari hanya laku dua bungkus.
Dia tidak menyangka sebegitu tidak berminatnya orang-orang kepada kembang goyang. Padahal, jajanan itu amat digemari di masa kecilnya. Apalagi, dia harus menanti makanan ringan itu muncul saat Idulfitri untuk bisa mencecapnya. Dia dan saudara-saudaranya sangat menantikan kembang goyang muncul di toples di atas meja kala hari raya.
Kenangan masa kecil dipadu, justru oleh, minimnya minat orang membeli kembang goyang di Blok Itu membuat Sri bertekad mempopulerkan kembang goyang lagi. Dia bahkan ingin sekali agar kembang goyang bisa dimakan setiap hari, bukan hanya saat Idulfitri. Dia berharap besar kembang goyang kembali menjadi jajanan yang disukai semua umur, mulai anak-anak sampai orang tua. Dari generasi lawas, milenial, sampai gen Z. Sri bertekad agar kembang goyang, jajanan khas Betawi itu, lestari. Dia tidak mau kembang goyang punah.
"Saya ingat-ingat lagi, bahwa nenek saya mempunyai resep kembang goyang. Dan, kami sekeluarga biasa bikin menjelang lebaran. Kenapa tidak kami jadikan usaha," kata Sri.
Di saat bersamaan, Sri merasa usaha kue kering yang sudah dibangunnya jalan di tempat. Pesanan datang membeludak saat hari raya, tetapi sepi di hari-hari biasa.
![]() |
Pada 2011, Sri mantap menyudahi usaha kue kering. Dia beralih membuka usaha kembang goyang. Sri mengajak sembilan ibu lain yang tinggal di RT yang sama untuk turut membuka usaha kembang goyang. Mereka menamainya Kube Lentera alias Kelompok Usaha Bersama Lenteng Agung Raya.
Sambutan baik tidak langsung diterima oleh semua ibu-ibu. Ada yang menolak. Ada yang khawatir tidak bisa mengikuti ritme bekerja, ada pula yang memiliki alasan pribadi lainnya.
Sebagian ibu-ibu itu merupakan ibu rumah tangga, ada yang menjadi buruh setrika atau cuci pakaian. Sri mengajarkan resep kepada ibu-ibu itu. Awalnya, pembuatan kembang goyang dipusatkan di rumahnya. Setelah satu tahun berjalan, ibu-ibu itu bisa memproduksi kembang goyang di rumah masing-masing.
Sri memang cukup lama membatasi pembuatan kembang goyang itu di rumahnya. Sebab, dia ingin agar kembang goyang dari Kampoeng Kembang Goyang Kube Lentera memiliki kualitas dan rasa yang setara satu sama lain.
"Saya cukup ketat soal komposisi bahan dan resep. Semua ditimbang, tidak boleh kira-kira," kata dia.
Sri menilai pendampingan langsung sebagai cara paling jitu untuk menularkan kemampuannya. Sebab, tidak semua ibu-ibu itu bisa membaca dan menulis, sehingga catatan sudah pasti tidak efektif. Selain itu, detail ini dan itu bisa langsung diajarkan dan dikoreksi.
Kini, setelah ibu-ibu yang lain bisa memproduksi kembang goyang di rumah masing-masing, Sri bisa lebih leluasa menerima dan membagi pesanan. Dia yakin kembang goyang yang diproduksi dari rumah-rumah berbeda memiliki kualitas sama.
"Ibu-ibu anggota klaster tetap bebas menerima orderan masing-masing. Selain itu, orderan yang melalui saya juga dibagi ke ibu-ibu yang lain," ujar Sri.
Di hari-hari biasa, pesanan rata-rata mencapai 50 bungkus kembang goyang. Tidak pernah kurang. Itu belum ditambah peyek kembang goyang dan akar kelapa. Tiga produk itu sama-sama penganan khas Betawi. Harga per bungkus Rp 25 ribu. Itu belum ditambah pesanan rutin dari Loka-loka Bank BRI dan sejumlah bazar yang diikuti klaster Kampoeng Kembang Goyang Kube Lentera itu.
Pesanan menjadi berlipat ganda memasuki bulan puasa Ramadan dan hari raya Idulfitri. "Dapur ini bisa penuh banget. Dari bahan, ibu-ibu yang menggoreng, sampai kardus-kardus kembang goyang siap kirim," ujar dia.
Ya, saat hari raya Idulfitri, saat itu pula Sri dan anggota klaster kembang goyang itu panen raya. "Saya bisa megang uang Rp 50 juta. Saya sendiri, saya yakin ibu-ibu lain juga bisa mendapatkan omset sebesar itu," kata dia.
"Ada yang tunai, tetapi sekarang lebih banyak transaksi lewat nontunai. Ini juga diajari sama BRI, pakai mobile bank. Pakai BRImo. Pembeli tinggal transfer, saya gampang ngeceknya, dan enggak repot bawa uang tunai terlalu banyak. Pembeli yang datang kalau enggak bawa uang tunai juga bisa membayar lewat QRIS," Sri menambahkan.
![]() |
Sri menyebut konsistensi Bank BRI berperan besar dalam kemajuan usahanya itu. Lewat pelatihan, bazar, penjualan Loka-loka, pembayaran lewat QRIS dan mobile banking, dan bahkan contoh kemasan, hingga, dia akhirnya mantap mengambil, KUR Bank BRI, usahanya semakin berkembang.
"Seperti mendapatkan paket komplet. Dan, konsistensinya itu lho. BRI Regional II itu benar-benar membantu," kata Sri.
"Apalagi, sekarang saya harus menopang keluarga. Dukungan BRI semakin terasa. Dua tahun terakhir ini, suami saya stroke. Jadi, saya sangat terbantu dengan semua yang sudah diberikan Bank BRI. Semangat ini pula yang saya sampaikan kepada ibu-ibu yang lain. Kita sebagai perempuan harus bisa meningkatkan usaha ekonomi keluarga untuk menambah penghasilan keluarga. Perempuan itu harus mandiri, tidak ketergantungan dari kantong suami," ibu dua anak itu menegaskan.
Kendati usahanya sudah berkembang, Sri yakin usaha kembang goyangnya bisa semakin 'mekar'. Ada satu pekerjaan rumah (PR) yang masih merisaukannya. Yakni, tantangan untuk membuka lapak di marketplace. Sayangnya, dia belum mendapatkan solusi pengemasan untuk bisa mengembangkan jumlah pelanggan lebih luas lewat pasar online.
Selama ini, kembang goyang bikinan Sri bisa sampai ke daerah lain sebagai oleh-oleh yang ditenteng pelancong ke daerah asal masing-masing. Belum bisa didapatkan di marketplace.
"Bank BRI sudah memberikan pelatihan buka di Tokopedia atau Shopee, dan ada saja pembeli. Tetapi, dari evaluasi kami kemasan belum mendukung, kembang goyangnya tidak utuh sampai ke pelanggan. Jadi, sampai saat ini kami masih mencari solusi untuk bisa memasarkan lewat Tokopedia atau Shopee," ujar Sri.
(fem/ddn)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Bandara Kertajati Sepi, Waktu Tempuh 1,5 Jam dari Bandung Jadi Biang Kerok?
TNGR Blokir Pemandu Juliana Marins, Asosiasi Tur Bertindak