Baru-baru ini dekompresi eksplosif telah terjadi. Penyebabnya adalah jendela (sumbat badan pesawat) lepas saat di udara.
Ledakan keras, hentakan, dan udara dingin yang tiba-tiba menghembus kabin. Ini adalah tanda-tanda langsung bahwa ada sesuatu yang tidak beres di dalam penerbangan Alaska Airlines 1282, menurut laporan seorang penumpang.
Menyitir CNN, Senin (15/1/2024), sebuah dekompresi eksplosif telah terjadi. Penyebabnya adalah jendela (sumbat badan pesawat) lepas saat di udara. Jendela itu sekaligus bisa menjadi pintu darurat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lepasnya jendela itu menyebabkan ledakan keras dan meninggalkan lubang yang menganga di sisi kiri pesawat.
Para penyelidik kini bekerja untuk menentukan dengan tepat apa yang menyebabkan insiden tersebut. Lalu, apa yang terjadi ketika sebuah pesawat mengalami kehilangan tekanan kabin secara tiba-tiba dan risikonya bagi mereka yang ada di dalamnya.
Mengapa pesawat diberi tekanan
"Alasan mengapa pesawat diberi tekanan adalah demi kenyamanan penumpang," kata Graham Braithwaite, seorang profesor keselamatan penerbangan dan investigasi kecelakaan di Cranfield University di Inggris. "
"Saat pesawat menanjak, tekanan kabin pada akhirnya akan turun menjadi sekitar 8.000 kaki (2.438 meter). Jadi, jika Anda terbang di ketinggian 35.000 kaki, kabin akan terasa seperti berada di ketinggian 8.000 kaki," dia menambahkan.
Tekanan di dalam pesawat itu diperlukan karena dengan bertambahnya ketinggian, udara menjadi kurang padat. Seperti yang diketahui oleh setiap pendaki gunung, bernapas menjadi lebih sulit karena lebih sedikit molekul oksigen yang dihirup karena udara yang tipis.
Efek ini dapat dirasakan dengan jelas di dunia nyata setelah melewati ketinggian sekitar 10.000 kaki (3.000 meter). Itu sebabnya kabin penumpang diatur pada tekanan sekitar 8.000 kaki, setiap orang akan merasa nyaman tanpa terlalu banyak tekanan pada sistem pesawat.
Namun, ini berarti bahwa bagian dalam pesawat memiliki tekanan yang jauh lebih tinggi daripada bagian luarnya.
Keadaan ini bertentangan dengan prinsip utama fisika, yakni udara selalu bergerak dari area bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah, dan bergerak lebih cepat jika perbedaan tekanannya tinggi. Angin adalah manifestasi umum dari fenomena ini.
Jika suatu saat selama penerbangan terjadi kerusakan pada badan pesawat, hukum fisika akan berlaku dan udara dari kabin akan mengalir ke luar.
Dalam kasus dekompresi yang cepat atau eksplosif, seperti yang terjadi pada penerbangan Alaska Airlines, masker oksigen akan secara otomatis turun ke bawah.
Semakin tinggi keberadaan pesawat, maka semakin sedikit waktu yang dimiliki untuk mencapai kesadaran yang berguna. Karena udara lebih tipis, sulit untuk bernapas di ketinggian.
Awak pesawat akan segera bekerja untuk menurunkan pesawat ke ketinggian sekitar 10.000 kaki, di mana udara masih bisa dihirup.
"Jika terjadi penurunan tekanan udara yang sangat mendadak, kru pesawat juga akan mencoba mempertimbangkan apakah pesawat mengalami kerusakan struktural," kata Braithwaite.
"Jika mereka turun terlalu cepat, mereka mungkin akan membuat pesawat tersebut berada di bawah tekanan yang lebih besar," imbuh dia.
Setelah mendarat dengan selamat, pesawat akan disambut oleh tim penyelamat, dan kru pesawat akan memutuskan apakah penumpang lebih aman di dalam pesawat atau jika evakuasi diperlukan.
Kecelakaan dekompresi sebelumnya
Kecelakaan dekompresi paling mematikan dalam sejarah penerbangan terjadi pada tahun 1985. Saat itu Japan Airlines Penerbangan 123 mengalami kerusakan struktural yang parah akibat perbaikan badan pesawat yang tidak tepat setelah pendaratan yang keras beberapa tahun sebelumnya.
Pesawat Boeing 747 kehilangan sebagian besar bagian ekornya di tengah penerbangan dan menabrak daerah pegunungan dekat Tokyo, hampir semua tewas kecuali empat orang dari 524 orang di dalamnya.
Ini adalah kecelakaan penerbangan paling mematikan yang pernah terjadi yang melibatkan satu pesawat.
Kematian terbaru yang terjadi setelah dekompresi dalam waktu yang cepat terjadi pada tahun 2018, ketika seorang wanita meninggal di dalam pesawat Southwest Airlines Penerbangan 1380.
Ia tersedot keluar dari jendela Boeing 737-700. Jendela tersebut telah diledakkan oleh pecahan mesin yang meledak karena pemeliharaan yang tidak tepat, dan wanita itu dibiarkan menggantung di luar lubang.
Pesawat tersebut berada di ketinggian 32.000 kaki ketika ledakan terjadi, yang membuat keadaan menjadi jauh lebih buruk daripada penerbangan Alaska Airlines, yang ketinggiannya hanya 16.000 kaki.
"Mereka sangat beruntung karena berada di ketinggian rendah. Dari sudut pandang hipoksia, yang selalu menjadi hal yang dikhawatirkan oleh para pilot, itu tidak terlalu tinggi," kata Jonathan Clark, seorang profesor kedokteran kedirgantaraan di Baylor College of Medicine.
"Jika hal itu terjadi di ketinggian, di atas 30.000 kaki, itu bisa menjadi jauh lebih bermasalah," imbuh dia.
Hipoksia terjadi ketika tubuh kekurangan oksigen, dan di antaranya dapat merusak fungsi kognitif, yang menyebabkan pengambilan keputusan yang buruk. Masalah besar jika Anda seorang pilot.
(msl/fem)
Komentar Terbanyak
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Skandal 'Miss Golf' Gemparkan Thailand, Biksu-biksu Diperas Pakai Video Seks
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari AS, Garuda Ngaku Butuh 120 Unit