Pengusaha hiburan di Bali keberatan atas penerapan pajak hiburan sebesar 40-75 persen. Mereka akan berkirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta peninjauan kembali kenaikan pajak untuk spa, kelab malam, karaoke, bar, dan diskotik.
Rencana itu disepakati dalam pertemuan pelaku usaha hiburan di kawasan Berawa, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, Senin (15/1/2024). Sebanyak 30 pelaku usaha hiburan juga akan memohon uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan pajak yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).
"Kami belum memiliki wadah atau belum ada asosiasi hiburan malam. Jadi pertemuan ini kami bahas untuk mungkin ke depan kami membuat surat terbuka ke Presiden Jokowi, Kemenko Kemaritiman Pak Luhut, tembusan ke Pj Gubernur Bali dan Bupati Badung, untuk me-review kembali aturan itu bahwa kami menolak karena berat," kata Tomy, salah satu perwakilan usaha kelab malam di Badung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tomy mengungkapkan para pengusaha hiburan di Bali akan menggelar aksi jika keresahan mereka tidak didengar pemerintah pusat.
"Jika semua yang disampaikan tidak disetujui pemerintah, mungkin gerakan itu akan menjadi pilihan terakhir," kata dia.
Ketua PHRI Badung I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya sudah lebih dulu bersuara. Dia mengatakan kenaikan pajak menjadi 40-75 persen terlalu tinggi dan bisa berdampak signifikan terhadap tingkat kunjungan wisatawan ke Indonesia, khususnya Bali.
Dia membandingkan pajak hiburan di Thailand yang justru turun ke 5 persen. Ia khawatir Indonesia akan kalah bersaing dengan Negeri Gajah Putih atau menguntungkan negara kompetitor lainnya.
"Mereka (Thailand) justru menurunkan pajaknya menjadi 5 persen. Ini mereka ingin lebih banyak turis datang ke Thailand," jelas Rai, Senin.
Menurut Rai, pelaku usaha masih menunda membayar pajak sebesar 40 persen yang berlaku sejak 1 Januari 2024. Mereka beralasan menunggu hasil judicial review dan sementara tetap akan membayar pajak sesuai besaran di tahun sebelumnya, antara 12,5 persen atau 15 persen di daerah masing-masing.
Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau Cok Ace juga keberatan dengan kenaikan pajak hiburan menjadi 40-75 persen. Cok Ace menemui Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya untuk membahas persoalan itu. Cok Ace bersama organisasi Bali Spa dan Wellness Association (BSWA) mendatangi Mahendra di kantor Gubernur Bali, Senin.
"Dengan memanfaatkan potensi dan kearifan lokal, spa kita sangat disukai oleh wisatawan," kata Cok Ace melalui keterangan resmi dari Pemprov Bali, Senin.
Cok Ace mengeklaim sektor usaha spa di Bali banyak menyerap tenaga kerja. Menurutnya, BSWA Bali memiliki anggota mencapai 12 ribu terapis.
Mantan wakil gubernur Bali itu lantas menuturkan dirinya sempat berkunjung ke Polandia beberapa waktu lalu. Ia pun memperoleh informasi bahwa sebanyak 337 terapis asal Bali bekerja di sana.
"Itu menandakan bahwa usaha ini menyerap banyak tenaga kerja dan mendongkrak PDRB Bali," kata dia.
Cok Ace juga menggarisbawahi aturan yang menggolongkan spa ke dalam kategori hiburan. Menurutnya, usaha spa yang berkembang di Bali memiliki ciri khas lebih mengarah ke bidang kesehatan.
"Karena, spa di Bali memang berbeda dengan yang berkembang di luar," ujar dia.
BSWA Bali, kata Cok Ace, telah mengajukan judicial review atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD. Ia menyebut undang-undang tersebut juga dikeluhkan oleh pengusaha dari luar Bali.
"Judical review telah kami ajukan 5 Januari dan tercatat telah terdaftar 22 pemohon, termasuk pengusaha dari luar Bali," sebut Cok Ace.
***
Artikel ini sudah lebih dulu tayang di detikBali. Selengkapnya klik di sini.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum