Sindir Pajak Hiburan 40%, PHRI DIY: Kenapa Nggak 100% Sekalian?

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Sindir Pajak Hiburan 40%, PHRI DIY: Kenapa Nggak 100% Sekalian?

Adji G Rinepta - detikTravel
Minggu, 21 Jan 2024 20:10 WIB
Ilustrasi Spa
Foto: Ilustrasi spa (Shutterstock)
Yogyakarta -

Pemerintah menaikkan pajak hiburan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap atau spa minimal 40% dan maksimal 75%. PHRI DIY pun menyindir hal itu.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memberikan sindiran menohok atas kebijakan kenaikan pajak hiburan tersebut. Menurut PHRI DIY, kenapa nggak sekalian pajak hiburan 100% saja?

"Mengapa hanya 40 sampai 75 persen? Nggak sekalian 100 persen saja? Kan lebih baik 100 persen biar kita pelaku pariwisata mati sekalian," tegas Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono saat dihubungi wartawan, Rabu (17/1) lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Komentar pedas Deddy itu bukan tanpa alasan. Pertama, keputusan kenaikan pajak hiburan tersebut dinilai tidak melibatkan asosiasi-asosiasi terkait sebelum akhirnya diputuskan.

"Itu kan analis akademiknya kita juga nggak tahu, dasarnya apa menaikkan?" cetus Deddy.

ADVERTISEMENT

Selain itu, Deddy menilai tidak ada dasar yang jelas atas kenaikan pajak hiburan tersebut.

"PHRI jelas keberatan dan itu adalah kebijakan yang ngawur. Ngawurnya, tanpa ada sosialisasi maupun dibahas dulu dengan asosiasi-asosiasi terkait, tahu-tahu ada kayak gitu," jelasnya.

Deddy juga menyebut, kebijakan kenaikan pajak hiburan ini justru sangat kontradiktif dari apa yang dicanangkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) soal target kenaikan jumlah wisatawan lokal maupun internasional.

Menurut Deddy, wisatawan berkunjung itu tak hanya untuk stay di hotel, tapi juga mencari hiburan. Deddy menambahkan, negara-negara tetangga justru menurunkan pajak hiburan untuk menggaet jumlah wisatawan.

"Itu juga bumerang bagi Indonesia, karena negara lain justru pajaknya diturunkan untuk menarik wisatawan datang ke negaranya. Negara tetangga seperti, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, mereka malah menurunkan pajaknya. Juga beban biaya konsumen itu tidak terlalu tinggi," paparnya.

Atas kebijakan ini, lanjut Deddy, PHRI pusat telah mengajukan keberatan pada kementerian terkait. Dia berpendapat ada peluang pihaknya bakal mengajukan judicial review.

"PHRI pusat sudah melayang keberatan dan menolak ke Kemenpar dan ke Kemenkeu. Bahkan akan mengajukan judicial review untuk undang-undang tersebut," paparnya.

Selain itu, Deddy juga berharap Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) agar tidak menyetujui kebijakan tersebut.

"Semoga saja Pemda DIY tidak setuju dengan kebijakan itu dan bahkan tidak setuju dan tidak menaikkan, itu kan juga bergantung kebijakan daerah," harap Deddy.


------

Artikel ini telah naik di detikJogja.




(wsw/wsw)

Hide Ads