Aturan Pajak Hiburan 40% Resmi Digugat Pengusaha ke MK

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Aturan Pajak Hiburan 40% Resmi Digugat Pengusaha ke MK

Ilyas Fadilah - detikTravel
Rabu, 07 Feb 2024 20:05 WIB
Ketua Umum GIPI Hariyadi BS Sukamdani di Gedung MK, Rabu (7/2/2024).
Foto: Ketua GIPI, Hariyadi Sukamdani (Ilyas Fadilah/detikcom)
Jakarta -

Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) resmi mendaftarkan uji materiil terkait pajak hiburan ke Mahkamah Konstitusi (MK) per Rabu (7/2) ini.

Poin yang digugat GIPI ke MK adalah pasal 58 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Di pasal 58 ayat (2) disebutkan khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40%, dan paling tinggi 75%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Umum GIPI Hariyadi BS Sukamdani berharap dalam pengujian materiil ini, Mahkamah Konstitusi dapat mencabut Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022. Sehingga penetapan tarif PBJT yang termasuk dalam Jasa Kesenian dan Hiburan adalah sama, yaitu antara 0-10%.

"Kami khususnya adalah untuk memohon kepada MK membatalkan pasal 58 ayat 2 dari Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah. Pasal tersebut memang mengandung diskriminasi antara 5 jasa hiburan, kelab malam, diskotik, bar, karaoke, mandi uap/spa, dibanding sektor lain," kata Hariyadi dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2024).

ADVERTISEMENT

Dengan dicabutnya pasal tersebut, maka tidak ada lagi diskriminasi penetapan besaran pajak dalam usaha jasa kesenian dan hiburan. Menurut Hariyadi, penetapan pajak 40-75% dilakukan tanpa menggunakan prinsip-prinsip dasar yang seharusnya digunakan untuk mengambil Keputusan dalam membuat Undang-Undang.

"Pemerintah yang memiliki kewenangan penuh dalam memberikan dan mencabut perizinan berusaha, justru dalam menetapkan Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 menggunakan besaran pajak dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap perizinan berusaha," sebutnya.

Hariyadi menyebut, dampak penetapan pajak yang tinggi akan berakhir pada penutupan usaha hiburan dan akan berdampak pada PHK.

"Dampak penetapan pajak yang tinggi adalah usaha hiburan akan kehilangan konsumen dan berakhir pada penutupan usaha serta banyaknya pekerja di sektor hiburan yang akan kehilangan lapangan kerja," tuturnya.

Di sisi lain, Indonesia yang saat ini sedang berjuang untuk melakukan recovery di sektor Pariwisata pasca Pandemi COVID-19, mendapat permasalahan baru dalam berkompetisi dan menciptakan daya saing pariwisata dengan negara lain. Beberapa negara justru menetapkan tarif pajak rendah, misalnya Thailand hingga Malaysia.

Dengan telah didaftarkannya Pengujian Materiil di MK, GIPI akan segera mengeluarkan Surat Edaran untuk pengusaha hiburan, (diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa) yang pajak hiburan di daerahnya meningkat gara-gara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, agar membayar pajaknya dengan menggunakan tarif lama.




(wsw/wsw)

Hide Ads