Ridwan Kamil Sebut Jakarta Tak Pernah Disiapkan Jadi Ibu Kota

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Ridwan Kamil Sebut Jakarta Tak Pernah Disiapkan Jadi Ibu Kota

Achmad Dwi Afriyadi - detikTravel
Sabtu, 16 Mar 2024 11:39 WIB
Museum Fatahilah ditutup karena gedung meseum tersebut diperbaiki, jakarta (28/101/2014). Meski ditutup museum masih ramai pengunjung.
Museum Fatahillah (Hasan Alhabshy/detikcom
Jakarta -

Kurator Ibu Kota Nusantara (IKN) Ridwan Kamil mengungkapkan Jakarta tidak pernah disiapkan untuk ibu kota. Dia merunut rencana Presiden RI pertama Sukarno hingga kini.

"Jakarta, bapak ibu, tidak pernah disiapkan untuk menjadi ibu kota. Jakarta dari dulu tidak pernah disiapkan jadi ibu kota Republik Indonesia," kata mantan Gubernur Jawa Barat itu dalam acara Rakornas Ibu Kota Nusantara di Jakarta, Kamis (14/4/2024) dan dikutip Sabtu (16/3).

Pria yang akrab disapa Kang Emil itu mengatakan Jakarta adalah ibu kota yang tidak sengaja. Sehingga, kata dia, jika ada pertanyaan kenapa harus pindah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, salah satu jawabannya ialah Jakarta tidak pernah disiapkan jadi ibu kota.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jawabannya, yang pertama, Jakarta tidak pernah disiapkan untuk ibu kota," kata RK, sapaan karib Ridwan Kamil.

Selanjutnya, dia menjelaskan, IKN bukanlah ide Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, Jokowi hanya mengimplementasikan kewajiban sejarah.

ADVERTISEMENT

Dia pun bercerita, dulu Batavia tidak layak menjadi ibu kota pemerintah kolonial Belanda. Sebab, banyak penyakit di Batavia. Oleh sebab itu, ibu kota kolonial Belanda dipindahkan ke Bandung.

Namun, pemindahan itu gagal karena pada tahun 1929 terjadi Depresi Besar tahun 1929. Kemudian, di tahun 1942 Jepang tiba di Indonesia.

"Maka bubarlah IKN versi kolonial Belanda," ujar dia.

Pada tahun 1950, terang Kang Emil, Presiden Sukarno memiliki gagasan untuk memindahkan ibu kota ke Palangkaraya, Kalimantan. Namun, rencana itu tidak terwujud karena Indonesia baru merdeka, anggaran tidak cukup, politik masih ramai, dan seterusnya.

"Zaman Pak Harto ke Jonggol, spekulan tanah sudah habisin tanah di Bogor sana, eh kecele keburu sejarah reformasi," ujar dia.

Kang Emil mengatakan, di era Presiden Jokowi kebutuhan sejarah itu diputuskan. Menurutnya, langkah tersebut haruslah didukung.

"Nah di era Pak Jokowi lah kebutuhan sejarah itu diputuskan. Jadi kita harus mendukung keputusan besar bangsa ini. Ini bukan urusan politik-politik praktis lagi, tapi sebuah mimpi besar, bangsa yang besar," kata dia.

Merujuk sejumlah sumber, Jakarta bernama Batavia di era kolonial Belanda. Kota ini dibangun oleh Gubernur Hindia Belanda, Jan Pieterszoon Coen. Dia menjabat pada 1619-1623. Coen menjadikan Batavia sebagai pusat administrasi dan perdagangan.

Batavia didesain sesuai dengan pola kota Belanda, yaitu memiliki kanal, jalan raya, dan berbagai gedung megah. Karena kemegahannya, Batavia dijuluki Ratu dari Timur.

Pada saat Batavia dipimpin Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels pada 1762-1818, ada satu rencana untuk memindahkan pusat pemerintahan dari Batavia ke Surabaya. Tetapi tidak terwujud.

Kemudian, muncul Bandung sebagai calon pusat pemerintahan. Tetapi, rencana itu juga tidak terwujud.

Nah, terkait perjalanan perpindahan ibu kota Indonesia, ternyata bukan sekali ibu kota Indonesia berpindah. Secara de facto, Jakarta menjadi ibu kota karena proklamasi kemerdekaan 17 Agustus dilaksanakan oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

Kemudian, pemerintah Indonesia pindah ke Yogyakarta secara diam-diam pada 4 Januari 1946.

Pada 19 Desember 1948, terjadi Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta, presiden dan beberapa pejabat negara ditangkap dan diasingkan. Menteri Syafruddin Prawiranegara yang saat itu sedang berada di Bukittinggi diamanahi presiden untuk menjadi ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Pemerintahan darurat diperlukan untuk memperlihatkan kepada negara lain bahwa pemerintah Indonesia masih berdaulat.

Pusat pemerintahan kembali ke Yogyakarta pada 27 Desember 1949. Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan Hindia Belanda pada saat Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Dalam konferensi ini terbentuk pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Yogyakarta kembali menjadi Ibu Kota.

Pada 17 Agustus 1950 RIS dibubarkan berganti menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), secara de facto ibu kota Indonesia kembali ke Jakarta.




(fem/fem)

Hide Ads