Kisah Miris Jalan Daendels: Upah Dikorupsi Bupati, Khusus untuk Bangsawan

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Kisah Miris Jalan Daendels: Upah Dikorupsi Bupati, Khusus untuk Bangsawan

Fahmi Labibinajib - detikTravel
Rabu, 27 Mar 2024 23:05 WIB
Jalan Daendels di Jawa Tengah punya karakter yang panjang, lurus, serta rawan kecelakaan.
Foto: Jalan Daendels di zaman sekarang (Ari Saputra/detikcom)
Cirebon -

Jalan raya Daendels di pulau Jawa jadi jalur penting di masa lalu hingga sekarang. Sayang, pembangunan jalan ini diwarnai oleh korupsi upah para pekerjanya.

Salah satu jalur terpenting di Pulau Jawa adalah jalur Pantura, yang terbentang di sepanjang pesisir Pantai Utara Jawa. Jalur Pantura melewati beberapa provinsi seperti Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Dibangunnya jalur pantura, tidak lepas dari peran Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels. Pada tahun 1808, Daendels membangun jalan raya dari Anyer-Panarukan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Daendels menyebut pembangunan jalan raya ini dengan de Groote Postweg atau Jalan Raya Pos. Penamaan Jalan Raya Pos, berasal dari usaha Daendels untuk membangun kantor pos di setiap kota yang dilalui.

Di Cirebon, kantor pos terletak di Jalan Yos Sudarso, Lemahwungkuk. Dibangun pada tahun 1810, bersamaan dengan dibangunnya jalan Daendels di Cirebon. Di bagian depan kantor pos, ada tugu yang menunjukkan titik 0 Cirebon.

ADVERTISEMENT

Putra Lingga Pamungkas, pegiat sejarah dari Komunitas Cirebon History menuturkan, di setiap kota yang dilalui jalur Pantura akan ada kantor pos dan titik 0 kilometernya masing-masing. Oleh pemerintah kolonial, kantor pos digunakan sebagai sarana komunikasi antar kota.

Di Cirebon sendiri, pembangunan jalan Daendels dimulai dari Kadipaten, Ciwaringin, Gempol, Palimanan, Plered, Jamblang, Kedawung, Pilang, Krucuk, Gedung Negara, Kesenden, Kapten Samadikun sampai ke Jawa Tengah.

Dilansir dari buku yang berjudul Dua Abad Jalan Raya Pantura karya Endah Sri Hartatik disebutkan, saat pembangunan jalan sampai wilayah Kesultanan Cirebon, Daendels melakukan negosiasi dengan Sultan Cirebon.

Selain untuk meminta izin, negosiasi ini dilakukan karena kondisi keuangan pemerintahan Belanda ternyata tidak cukup untuk membayar upah pekerja.

Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem DaendelsGubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels Foto: KITLV/Perpustakaan Universitas Leiden

Upah Pekerja Dikorupsi Bupati

Sebagai gantinya, Daendels mengumpulkan para bupati untuk diberikan kewenangan penuh dalam mengelola pekerja. Tetapi dalam pelaksanaannya, para bupati malah banyak terlibat korupsi.

Lingga menuturkan, setiap pekerja seharusnya diberikan upah sebesar 10 sen setiap minggu, beserta beras dan garam. Namun upah tersebut, oleh para bupati tidak dibayarkan ke para pekerja. Menurut Lingga di sinilah awal mula praktek korupsi di kalangan bupati yang notabene penduduk pribumi.

"Belanda memberikan upah kepada pribumi melalui bupati. Tetapi para bupati tersebut enggak membayarkan kepada pribumi, tidak ada catatan yang menunjukan mengenai faktur atau pembayaran upah dari bupati ke pribumi. Makanya pribumi yang bekerja banyak yang kelaparan," tutur Lingga beberapa waktu lalu.

Meskipun banyak menewaskan korban, Lingga sendiri tidak mengetahui secara pasti angka berapa korban yang tewas di Cirebon, tapi yang pasti, paling banyak menelan korban ada di wilayah Cisaat, Sumedang.

Penyebabnya disinyalir karena kontur tanah di Sumedang kebanyakan perbukitan, sehingga menyulitkan para pekerja dalam membuat jalan tersebut.

Jalan Daendels Dibangun Khusus untuk Bangsawan

Setelah jadi, jalan digunakan hanya untuk kepentingan Hindia-Belanda dan para bangsawan pribumi. Pada masa itu, banyak kereta kuda milik bangsawan pribumi dan pemerintah Hindia-Belanda yang lewat di jalan Daendels.

"Dulu pun untuk memudahkan transportasi guna kepentingan pos dan komunikasi antar kota, serta jalur militer Hindia Belanda yang kala itu sedang konflik dengan Perancis untuk memperebutkan pulau Jawa," tutur Lingga.

Penduduk pribumi, baru dapat menikmati jalan Daendels setelah keluar keputusan pemerintah kolonial No 4 tanggal 19 Agustus 1857. Sebelumnya, penduduk pribumi hanya bisa lewat di sisi jalan Deandels yang kondisinya jelek.

Jalan Raya Pos memiliki panjang sekitar 1.000 kilometer yang terbentang dari Anyer di provinsi Banten hingga Panarukan di Jawa Timur. Lebar jalan 7,5 meter, di sebelah kanan dan kiri jalan dibuat selokan tempat air mengalir.

Dalam buku Jalan Raya Pos, Jalan Daendels karya Pramoedya Ananta Toer ada sekitar 12.000 pekerja yang tewas selama pembangunan jalan Daendels.


------

Artikel ini telah naik di detikJabar.




(wsw/wsw)

Hide Ads