Mbah Sadiman, seorang lelaki tua mempunyai dedikasi tinggi terhadap lingkungan hidup di wilayah Kecamatan Bulukerto, Wonogiri. Ia seorang diri menanam pohon selama belasan tahun di hutan yang kini manfaatnya dirasakan masyarakat sekitar.
Pagi itu, Rabu (3/4/2024) sekitar pukul 07.15 WIB, Mbah Sadiman pulang ke rumahnya di Dusun Dali, Desa Geneng, Kecamatan Bulukerto. Pria berjenggot dan berkumis putih itu pulang dengan memanggul rumput untuk pakan hewan ternaknya.
Giginya sudah banyak yang tanggal, namun tubuhnya masih tegap dan derap langkah kakinya masih cepat. Pria berusia 72 tahun tersenyum lebar saat bertemu dengan orang yang baru ia kenal.
Saat berjalan di Bukit Gendol di dekat rumahnya, pria yang sudah keriput itu tak menandakan rasa lelah. Meski naik-turun bukit, Mbah Sadiman masih berjalan cepat dan tidak ngos-ngosan.
Di Bukit Gendol, Dusun Sobo, Desa Geneng itu Mbah Sadiman bercerita jika pada 1964 di kawasan itu terjadi kebakaran hutan yang sangat besar. Imbasnya, saat kemarau panjang di desa sekitar mengalami kekeringan atau kesusahan mendapatkan air bersih. Sebab sumber air mati.
"Masyarakat kekurangan air dan gizi, karena tidak ada air. Banyak kematian di sini. Dung-dung (suara kentongan), siaran orang meninggal," kata Mbah Sadiman saat berbincang dengan detikJateng.
Bahkan pada saat itu, di Dusun Sobo banyak janda karena seringnya orang meninggal. Mbah Sadiman juga sering mendengarkan anak menangis karena kelaparan. Warga tidak bisa memasak karena tidak ada air.
"Kekurangan makanan, seperti korona kematian itu. Satu belum selesai dirawat sudah ada yang meninggal lagi. Orang yang membuat lubang jenazah juga tidak diberi makan minum, kerja bakti," ungkap dia.
Pada saat awal fenomena itu terjadi, Mbah Sadiman tengah duduk di bangku kelas 3 SD. Saat itu ia mempunyai pikiran untuk menanam pohon di hutan tersebut. Namun karena masih kecil, ia belum mampu mewujudkan keinginannya.
Pada 1991-1995, Mbah Sadiman bekerja sebagai penderes getah pinus. Namun pada saat itu hasil deres getah pinus seberat 3 kuintal tidak dibayar.
"Saat itu saya tergelitir (terperosot) karena daun pinus licin. Kemudian berpikir kalau saya tidak menanam pohon beringin, desa akan gersang terus," ujar dia.
Mulai Menanam Pohon Tahun 1996
Pada 1996, Mbah Sadiman mulai menanam pohon beringin sendirian. Salah satu alasan memilih beringan karena pohon tersebut merupakan jenis pohon pengikat air di areal lahan hutan. Dari akar-akar pohon itu bisa mengeluarkan air.
Pada saat itu di kawasan Geneng ada pohon beringin besar. Kemudian pohon itu dicangkok oleh Mbah Sadiman. Cangkokan itulah yang digunakan untuk menanam beringin di areal hutan.
Salah satu lahan areal hutan yang ditanami banyak pohon adalah Bukit Gendol. Selain itu ada beberapa areal hutan yang juga ditanami Mbah Sadiman. Di antaranya kawasan Brono, Bengkah, Bawang, Etan Candi, Lor Candi, Ampyangan, Sengodalem, Luweng, Gintung-gintung, Mendut, Bedug, Waru, dan lain-lain.
Lahan yang ditanami Mbah Sadiman di lereng selatan Gunung Lawu itu tidak kurang dari 100 hektare. Lahan yang ditanami itu dipilih yang bisa dijangkau orang. Sebab, selain menanam, Mbah Sadiman juga merawat pohon itu hingga besar.
Mbah Sadiman sangat mencintai dan merawat betul pohon yang ditanam. Jika tidak tumbuh, tanaman itu disulami atau diganti bibit baru. Untuk yang tumbuh, selalu dibersihkan dari rumput dan kotoran di sekeliling pohon.
Baca selengkapnya di detikjateng
Simak Video "Video: Makan Mi Ayam Legendaris di Kawasan Elit Pulo Mas Jaktim"
(sym/sym)