IPOMI Duga Angkutan Ilegal di Balik Laka Gran Max di Tol Jakarta-Cikampek

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

IPOMI Duga Angkutan Ilegal di Balik Laka Gran Max di Tol Jakarta-Cikampek

Weka Kanaka - detikTravel
Selasa, 09 Apr 2024 13:01 WIB
Petugas mengevakuasi bangkai kendaraan yang mengalami kecelakaan di Tol Jakarta-CIkampek KM 58, Karawang Timur, Jawa Barat, Senin (8/4/2024). Kecelakaan yang  melibatkan tiga kendaraan yaitu Bus Primajasa, Grand Max dan Daihatsu Terios tersebut mengakibatkan 12 orang tewas. ANTARA FOTO/Awaludin/Ak/nz
Kecelakaan tol Jakarta-Cikampek Km 58. (ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY)
Jakarta -

Kecelakaan maut terjadi di jalur Km 58 Tol Jakarta-Cikampek pada Senin (8/4/2024) melibatkan Gran Max yang diduga sebagai angkutan mudik ilegal.

Sebanyak 12 orang tewas akibat kecelakaan beruntun ini. Kecelakaan melibatkan tiga kendaraan, yakni bus Primajasa nopol B-7655-TGD, Gran Max nopol B-1635-BKT, dan Daihatsu Terios.

"Jadi kronologisnya itu pada pukul 08.15 WIB di KM 58+500 itu telah terjadi kecelakaan beruntun di jalur arah Cikampek menuju Jakarta," kata Kapolres Karawang AKBP Wirdhanto Hadicaksono saat dikonfirmasi, Senin (8/4/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ini bermula ketika Mobil Gran Max yang berada di jalur contra flow menepi di bahu jalan dan masuk ke jalur berlawanan yang mengarah ke Jakarta. Kemudian, bus dari arah Cikampek tak bisa menghindari dan menghantam mobil Gran Max. Mobil Gran Max terbakar dan diiringi kendaraan Terios yang menabrak bus dan Gran Max hingga ikut terbakar.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) & Ketua Bidang Angkutan Orang DPP Organda, Kurnia Lesani Adnan, menyebut perlu adanya pengusutan terkait insiden tersebut.

ADVERTISEMENT

"Kami sangat prihatin dengan kejadian kecelakaan Gran Max Minibus di Ruas Tol Jakarta-Cikampek KM 58 yang melaju dari arah Jakarta. Ini perlu pengusutan lebih lanjut, karena kami menduga bahwa ini terindikasi praktik angkutan ilegal atau travel gelap," katanya kepada detikcom, Selasa (9/4/2024).

Hal itu ia lihat dari korban yang tidak saling kenal. Selain itu, berdasarkan KTP korban yang tersiar di media sosial, para korban tidak berada dalam satu daerah atau satu domisili tinggal. Sehingga Lesani mengindikasikan hal tersebut.

Aktivitas angkutan ilegal ditelusuri juga melalui kepemilikan STNK kendaraan. Menurutnya, ada kejanggalan terkait nama kepemilikan STNK.

"Di sisi lain, kendaraan dengan nomor STNK pemilik kendaraan tidak merasa memiliki kendaraan tersebut. Ini bisa kita lihat pada kepemilikan STNK atas nama Yanti Setiawan Budi yang tersiar di media sosial. Ini bisa di cek di data Samsat yang harusnya terkoneksi link ke pajak, terlihat tidak pernah ada verifikasi pajak atas nama tersebut. Tentu dugaan ini harus ditelusuri, apakah pengemudi yang menjadi korban atau hanya pekerja atau pesuruh saja yang bertindak sebagai pengemudi," ucapnya.

Sementara itu, ia juga menilai mobil tersebut mengangkut orang melebihi dari kapasitas yang diizinkan.

"Adapun melihat jumlah korban kendaraan Gran Max Minibus ini dipastikan mengangkut orang melebihi kapasitas angkut yang diijinkan, dan melihat jam kejadian kami juga menduga bahwa pengemudi dalam kondisi mengantuk. Itu berarti pengemudi sebelum masuk ke jalan tol berkeliling dahulu untuk menjemput penumpang dari beberapa titik," imbuhnya.

Sebab itu, pihaknya meminta pihak berwajib untuk memberantas praktik angkutan ilegal khususnya saat puncak arus mudik. Hal ini disebut sempat ramai bahkan puncaknya pada saat pandemi COVID-19 tahun 2021 lalu.

"Karenanya kami meminta pihak berwajib untuk lebih peduli dan konsen memberantas praktik-praktik angkutan ilegal dengan modus seperti ini. Praktik seperti ini akan tetap marak jika pihak otoritas berwenang membiarkan hal seperti ini terjadi. Padahal, regulator dan kepolisian telah mengkampanyekan mudik aman," tuntutnya.

"Angkutan ilegal seperti ini puncaknya, ramai di tahun 2021. Ciri-cirinya, kendaraan membawa barang di atas atap yang seharusnya jika ditindak dengan tegas, menyalahi aturan. Di sisi lain, Jasa Raharja juga jangan hanya menyikapi kelaikan santunan tapi tidak berkoordinasi melakukan pencegahan dalam pengamanan mudik," sambungnya.




(wkn/wkn)

Hide Ads