Abdi Dalem, Pemandu Keraton Jogja, Tak Canggung Dampingi Turis Lokal dan Asing

Arawinda Dea Alisia - detikTravel
Senin, 29 Apr 2024 11:05 WIB
Abdi dalem di Keraton Yogyakarta, ada yang bertugas menjadi pemandu wisata. (Arawinda Dea Alisia/detikcom)
Yogyakarta -

Tahukah traveler ada yang unik jika berkunjung ke Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, nih. Setiap pengunjung yang datang akan diperlakukan selayaknya tamu raja dan didampingi oleh abdi dalem sebagai pemandu wisata.

Untuk traveler yang belum tahu, Keraton Jogja terbuka untuk umum di bagian Kagungan Dalem Komplek Kedhaton tepatnya di Museum Keraton Yogyakarta atau Museum Kedhaton. Harga tiket masuknya mulai dari Rp 15.000 untuk wisatawan lokal, dan Rp 20.000 untuk asing. Dibuka dari hari Selasa hingga Minggu, pukul 08.00-14.00 WIB.

Berkeliling di keraton kurang lengkap rasanya jika tidak menyimak sejarah sejak awal berdirinya keraton hingga sekarang masa kepemimpinan Sultan ke-10. Tenang saja, traveler akan dipandu oleh abdi dalem yang siap memperkaya wawasan tentang budaya Jogja.

Mereka juga sigap membantu traveler yang ingin mengabadikan momen dengan berfoto. Di akhir kunjungan abdi dalem tidak akan mematok tarif atas jasanya, cukup berikan nominal seikhlasnya sesuai dengan apa yang traveler dapatkan dari abdi dalem tersebut.

"Ada 57 petugas pemandu keraton, jadi setiap tamu akan didampingi petugas abdi dalem," kata Prabakusnawan, abdi dalem sekaligus tour guide Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Museum Kedhaton.

Abdi dalem di Keraton Yogyakarta, ada yang bertugas menjadi pemandu wisata (Arawinda Dea Alisia/detikcom)

Terlihat abdi dalem tidak ragu dalam memandu wisatawan asing sekalipun. Dituturkan oleh Prabakusnawan, petugas pemandu keraton tidak sedikit yang mahir berbahasa asing seperti Inggris, Spanyol, Perancis, Jerman, hingga Belanda. Sehingga hal ini mematahkan stigma yang selalu memandang abdi dalem sebagai sosok berusia lanjut yang berpendidikan rendah.

Abdi dalem sejatinya adalah aparatur sipil yang bertugas sebagai pelaksana operasional di setiap organisasi yang dibentuk oleh Sultan. Mereka juga memiliki fungsi sebagai abdi budaya yang memberi suri tauladan bagi masyarakat luas.

Melalui pantauan detikTravel saat berkunjung ke keraton beberapa waktu lalu, terlihat abdi dalem memiliki ciri khas unik yang membedakannya dengan masyarakat umum. Salah satunya, busana yang dikenakan.

Mereka mengenakan pakaian adat Jawa yang disebut peranakan, dari kata "diper-anak-kan" yang memiliki arti seolah-olah satu saudara yang dilahirkan dari seorang ibu. Sehingga, semua pakaian abdi dalem sama sebagai simbol kesetaraan kedudukan.

Selain itu, dalam menjalankan tugasnya sebagai pemandu wisata, abdi dalem tidak mengenakan alas kaki.

"Ya kami lebih menghormati aja, kita masuk rumah Raja harus dibuka," kata Prabakusnawan

Abdi dalem dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu Punakawan dan Kaprajan. Punakawan berasal dari kalangan masyarakat umum sedangkan Kaprajan berasal dari TNI, Polri, dan Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi abdi dalem.

Abdi dalem punakawan lah yang bertugas menjadi tenaga operasional dalam tugas keseharian keraton, salah satunya sebagai pemandu di keraton.

Prabukusnawan sudah bertugas selama 34 tahun sebagai abdi dalem. Saat pertama mengabdikan diri di keraton, usianya 26 tahun. Menjadi abdi dalem tidak serta merta mendapatkan honor yang tinggi, namun dituturkan, bahwa alasan utamanya adalah untuk mendapatkan berkah dalem.

"Kalau disini sebagai sampingan, tapi setiap hari datang untuk pemandu. Yang dicari berkahnya, kami di luar punya istri, punya usaha lain juga kan. Kakek abdi dalem, jadi kami mengikuti tradisi kakek kami," kata Prabukusnawan

Proses untuk menjadi abdi dalem sendiri tidaklah mudah. Calon abdi dalem akan menjalani proses magang selama 2 tahun untuk dinilai layak tidaknya disahkan. Pengesahan melalui prosesi wisuda yang dilakukan setiap dua kali setahun, yaitu pada bulan Jawa Bakda Mulud dan Syawal.

Landasan yang diperlukan untuk menjadi seorang abdi dalem adalah komitmen pribadi. Penilaiannya dilihat dari rajin atau tidaknya untuk sowan atau datang ke keraton, tekad mengabdi, serta bakat dan latar belakang sesuai posisi.

Jika sudah tidak mampu melaksanakan tugas akibat kesehatan atau lanjut usia, abdi dalem akan melalui proses pemberhentian yang disebut miji. Untuk kasus pengajuan pengunduran diri akibat bosan atau jenuh sangat jarang ditemukan terjadi.



Simak Video "Melihat Prosesi Numplak Wajik Garebeg di Yogyakarta"

(fem/fem)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork